EKBIS.CO, JAKARTA — Ketua AEI, Armand Wahyudi Hartono mengatakan, Pedoman Umum Governansi Bisnis Milik Keluarga Indonesia (PUG-BMKI). PUG-BMKI diharapkan menjadi pedoman keluarga pemilik bisnis dalam memastikan keberlanjutan usaha melalui praktek governansi yang baik. PUG-BMKI berisi prinsip-prinsip yang diikuti dengan rekomendasi dan panduan implementasinya.
Hal ini disampaikan Armand dalam Talkshow “Assuring Family-Owned/Controlled Business Sustainability by Building Trust Through Governance”. Ini merupakan rangkaian dari penyusunan dan sosialisasi PUG-BMKI 2022.
“Inilah yang butuh kita lakukan dengan benar agar ada standar, walaupun meski sudah ada standar belum tentu benar. Tapi yang sudah menetapkan memang punya standar tertentu yang lebih berkelanjutan,” kata Armand, dalam siaran pers, Kamis (2/11/2023).
Armand mengatakan bisnis yang dijalani harus memiliki dasar komunikasi yang baik, masuk akal dan profitabilitas.
Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG), pada pertengahan tahun 2022 telah menerbitkan PUG-BMKI. PUG-BMKI berisi prinsip-prinsip yang diikuti dengan rekomendasi dan panduan implementasinya.
Dewan Pakar KNKG, Natalia Subagjo mengatakan perusahaan keluarga di Indonesia memberikan 40 persen dari kapitalisasi pasar di Indonesia. Namun 70 persen dari perusahaan keluarga di Indonesia tidak bisa bertahan hingga generasi ke 2 bahkan ke tiga. Maka dari itu perlu adanya pedoman kebijakan governance agar secara bisnis bisa berkelanjutan.
Perwakilan dari Jatinom Indah group, Hidayaturrahman mengatakan panduan ini sangat penting untuk bagi kelangsungan bisnis perusahaan keluarga. Tapi perlu rambu-rambu agar tidak terjerumus dan bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin komprehensif.
Komisaris Utama Samudera Indonesia (SMDR), Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto, mengatakan meneruskan bisnis keluarga memang punya tantangan tersendiri. “Dimana kita punya background generasi pertama dan tidak boleh di bawah kondisi itu,” ungkapnya.
Shanti juga melihat pentingnya panduan governansi untuk semua lini bisnis. Ini dilakukan agar keberlanjutan bisnis keluarga bisa dipertahankan di tengah perubahan ekosistem dan berbagai sentimen yang kadang bisa terjadi dengan begitu cepatnya.
"Jika para pengempu kebijakan dalam perusahaan tidak bisa memitigasi setiap hal yang berkaitan dengan bisnisnya secara cepat maka bisa terdilusi,” ungkap Shanti.
SurveI PWC (Price Waterhouse Coopers) tahun 2023 tentang bisnis keluarga menunjukkan bahwa pemimpin bisnis keluarga memahami kebutuhan adanya saling percaya (trust) di antara anggota keluarga mereka, dan 74% percaya bahwa mereka telah membangun kepercayaan itu. Namun mereka juga mengatakan bahwa konflik dalam keluarga telah menghambat upaya membangun kepercayaan tersebut secara luas di seluruh lini bisnis yang dimiliki.
Dalam Survei Bisnis Keluarga PWC edisi 2021, terungkap bahwa hanya 15% responden yang mengatakan telah memiliki mekanisme resolusi konflik untuk menangani perselisihan keluarga. Survei tahun ini, naik sedikit menjadi 19%. Ternyata, hanya 65% pemimpin bisnis keluarga mengatakan telah memiliki secara formal sistem governansi yang berisi antara lain perjanjian pemegang saham, konstitusi dan protokol keluarga, dan bahkan sampai pada keberadaan surat wasiat.