EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 tidak sehat. Faisal menilai, pemerintah perlu melakukan upaya tertentu untuk mengatasi hal tersebut.
"Dalam kondisi seperti ini tentu saja kebijakan-kebijakan yang tepat untuk paling tidak menstimulus kepada permintaan dalam negeri," kata Faisal kepada Republika.co.id, Kamis (16/11/2023).
Dia menuturkan, saat ini paling tidak dibutuhkan upaya untuk meredam dampak dari kondisi global. Sementara di sisi ekspor, negara-negara mitra utama Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang lemah.
Untuk itu, Faisal menilai, perlu dorongan yang lebih serius, cepat, dan konkret ke negara-negara nontradisional. "Ini supaya ekspor kita lebih terdiversifikasi dan menjadi lebih resilien karena tidak hanya bergantung pada negara-negara tujuan yang tradisional," tutur Faisal.
BPS mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2023 mencapai 22,5 miliar dolar AS atau naik 6,76 persen dibandingkan September 2023. Hanya saja, jika dibanding Oktober 2022 nilai ekspor turun sebesar 10,43 persen.
Sementara, impor Indonesia pada Oktober 2023 mencapai 16,67 miliar dolar AS atau meningkat 7,68 persen dibandingkan September 2023. Hanya saja jika dibandingkan periode yang sama pada 2022, impor Indonesia turun 2,42 persen.
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Oktober 2023 turun 10,30 persen dibandingkan periode yang sama pada 2022. Demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 10,44 persen dan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 20,80 persen.
Ekspor nonmigas Oktober 2023 terbesar adalah ke China yaitu sebesar 5,78 miliar dolar AS. Lalu disusul India sebesar 1,87 miliar dolar AS dan Amerika Serikat sebesar 1,82 miliar dolar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai 45,63 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar 3,66 miliar dolar AS dan 1,26 miliar dolar AS.