EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengusulkan agar pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gabah untuk menstabilkan harga beras di tingkat konsumen.
"Ombudsman mendorong HET gabah di bulan tertentu. Siapa yang menentukan HET gabahnya? Silakan itu nanti para kelompok tani atau siapapun usulkan," kata Yeka dalam paparan media di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Yeka menilai, kebijakan HET beras yang diberlakukan pemerintah sejak 2017 itu sudah tidak berjalan efektif seperti yang semula diharapkan. Apalagi, pengawasan terhadap penerapan HET beras di pasar tradisional cukup sulit dilakukan.
Dia berpendapat, pengawasan tersebut akan mudah dilakukan apabila HET diterapkan pada gabah karena pemerintah hanya perlu mengawasi usaha penggilingan padi. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan HET gabah juga lebih memungkinkan untuk dapat dikenakan sanksi.
"Kalau ada penggilingan yang membeli di atas HET gabah, maka itulah yang kena sanksinya. Sehingga pada bulan-bulan tertentu, terutama pada saat bulan-bulan paceklik atau bukan pada masa panen raya atau di sekitar bulan Juli sampai Desember, pemberlakuan HET (gabah) akan membuat harga beras nanti stabil di level tertentu," ujar dia.
Yeka menilai kebijakan HET beras perlu dicabut sementara waktu agar suplai beras kembali lancar. Dia mengatakan pihaknya juga telah menyampaikan saran pemberlakuan HET gabah dan pencabutan HET beras secara resmi kepada pemerintah.
Dia mendorong pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), dapat mengevaluasi kembali kebijakan HET beras. Selain itu, Yeka juga mengimbau agar pemerintah mengevaluasi penerapan harga pembelian pemerintah (HPP).
"Oleh karena itu, Ombudsman mendorong (pemerintah). Cuma kan ini belum masuk dalam investigasi (oleh Ombudsman). Ombudsman belum masuk ke arah seperti itu. Jadi sifatnya imbauan saja, belum sampai ke upaya untuk membuat tindakan korektif kepada Bapanas," kata Yeka.