EKBIS.CO, JAKARTA -- Tren suku bunga tinggi yang terjadi di global saat ini disebut tidak terlalu signifikan mengerek bunga kredit perbankan. Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bunga kredit perbankan tidak banyak berubah selama lima tahun terakhir.
"Meski suku bunga acuan bergerak naik turun, suku bunga kredit perbankan relatif konstan," kata Piter dalam webinar bertemakan Perbandingan Efektivitas KUR dan KPR, Kamis (16/11/2023).
Dalam rapat kebijakan FOMC Meeting awal November lalu, Bank sentral AS Federal Reserve memutuskan mempertahankan suku bunga acuan dikisaran 5,25 persen-5,50 persen, tertinggi dalam 22 tahun. Sejak Maret 2022, the Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 11 kali.
Naiknya suku bunga acuan AS juga diikuti oleh kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen. Ini merupakan kenaikan suku bunga BI pertama sejak terakhir kali kenaikan pada 19 Januari 2023 menjadi sebesar 5,75 persen dari 5,50 persen pada 22 Desember 2023.
Meski bank nantinya tetap harus menyesuaikan suku bunga, menurut Piter, kenaikan bunga kredit tidak akan terlalu tajam. Piter melihat bank tidak memiliki urgensi menaikkan bunga kredit karena Net Interest Margin (NIM) masih sangat lebar.
"Karena bank punya NIM yang sangat lebar, ketika ada kenaikan suku bunga, bank akan mengurangi NIM, dan itu mereka masih untung," jelas Piter.
Piter meyakini suku bunga perbankan tidak naik tinggi, terlebih bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang mendapat subsidi dari pemerintah. Menurut Piter, kenaikam bunga tidak akan begitu dirasakan oleh masyarakat yang saat ini sudah memiliki KPR.
Piter melihat kenaikan suku bunga ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap minat masyarakat untuk memiliki rumah dengan skema KPR.
"Biasanya yang akan merasakan dampak kenaikan bunga adalah mereka yang baru mengajukan KPR, tapi itupun naiknya mild, tidak akan memberatkan," ujar Piter.