EKBIS.CO, TOKYO -- Perusahaan-perusahaan besar di Jepang akan mengikuti kenaikan gaji besar tahun ini dengan putaran berikutnya pada 2024. Diharapkan kenaikan gaji dapat membantu meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan memberikan bank sentral kondisi yang diperlukan untuk akhirnya mengurangi stimulus moneter besar-besaran.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Senin (20/11/2023) indikasi awal dari dunia usaha, serikat pekerja dan ekonom menunjukkan tekanan tenaga kerja dan biaya, menyebabkan kenaikan gaji tahun ini. Kenaikan upah kali ini adalah terbesar dalam lebih dari tiga dekade dan masih akan terus berlanjut menjelang pembicaraan upah pada musim semi tahun depan.
Raksasa bisnis minuman Jepang, Suntory Holdings Ltd, misalnya, berencana untuk menawarkan kenaikan gaji bulanan rata-rata tujuh persen kepada 7.000 karyawan pada 2024 pada tahun berikutnya berturut-turut. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan talenta yang mereka butuhkan di tengah ketatnya pasar tenaga kerja dan mengimbangi kenaikan inflasi.
Perusahaan asuransi jiwa Meiji Yasuda juga akan menaikkan gaji tahunan rata-rata sebesar tujuh persen kepada 10 ribu karyawan mulai April mendatang. Sementara pengecer elektronik Bic Camera akan menaikkan gaji 4.600 karyawan tetapnya hingga 16 persen.
CEO Suntory Holdings Takeshi Niinami mengatakan, apa yang terjadi adalah perubahan paradigma besar dari deflasi ke arah inflasi. "Mengingat lanskap yang berubah dengan cepat, saya yakin mereka yang bergerak cepat (dengan kenaikan upah) harus menjadi kompetitif," ucap Takeshi.
Pengumuman tersebut muncul ketika Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida memberikan tekanan pada perusahaan untuk menaikkan gaji guna mengimbangi beban rumah tangga akibat kenaikan biaya hidup. Kenaikan gaji tahunan yang terjadi secara berturut-turut juga akan memberikan Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda kondisi ia perlukan untuk menghapus stimulus moneter super longgar dalam dekade terakhir.
Pakar Ketenagakerjaan Universitas Hosei Hisashi Yamada mengatakan, kombinasi dari krisis tenaga kerja yang kronis dan inflasi yang tinggi akan menyebabkan negosiasi upah tahun depan menghasilkan besaran gaji yang sama atau bahkan lebih tinggi dari tahun ini
Data OECD menunjukkan upah rata-rata di Jepang hampir tidak meningkat selama sekitar 30 tahun terakhir karena deflasi kronis dan prospek pertumbuhan rendah yang berkepanjangan membuat perusahaan enggan menaikkan gaji. Situasi mulai berubah setelah keterbatasan pasokan yang disebabkan oleh pandemi dan perang Ukraina menyebabkan kenaikan tajam harga bahan mentah. Tantangan itu memaksa perusahaan untuk membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen.
Dengan inflasi yang berada di atas target Bank of Japan sebesar dua persen selama lebih dari setahun, perusahaan menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perusahaan harus memberikan kompensasi kepada karyawan dengan kenaikan gaji guna mempertahankan dan memikat SDM.
Tuntutan yang dibuat tahun ini oleh Rengo, konfederasi serikat pekerja terbesar di Jepang, kenaikan gaji sekitar lima persen menghasilkan kenaikan upah rata-rata sebesar 3,58 persen di antara perusahaan-perusahaan besar. Rengo mengatakan akan menuntut kenaikan gaji sebesar lima persen atau lebih tinggi pada tahun depan.
Serikat pekerja besar lainnya, UA Zensen, yang mencakup pekerja sektor jasa dan pekerja paruh waktu, mengatakan mereka akan menuntut kenaikan gaji sebesar enam persen tahun depan, sejalan dengan tuntutan tahun ini.
Enam dari 10 ekonom dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan gaji perusahaan-perusahaan besar pada 2024 akan melebihi kenaikan gaji tahun ini.
Kepala Ekonom Itochu Economic Research Institute Atsushi Takeda mengatakan kombinasi inflasi, pasar tenaga kerja yang ketat, dan keuntungan perusahaan akan menjadi pendorong untuk menjaga momentum kenaikan upah.
“Semakin banyak perusahaan yang mampu menanggung biaya yang lebih tinggi dalam rantai pasokan,” kata Takeda.