EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga referensi (HR) komoditas minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) periode 1-15 Desember 2023 adalah sebesar 795,14 dolar AS per metrik ton (MT).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso mengatakan, nilai ini meningkat sebesar 44,60 dolar AS atau 5,94 persen dari periode 16-30 November 2023 yang tercatat 750,54 dolar AS per MT.
"Saat ini, harga referensi CPO mengalami peningkatan yang menjauhi ambang batas sebesar 680 dolar AS per MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar CPO sebesar 33 dolar AS per MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar 85 dolar AS per MT untuk periode 1-15 Desember 2023," ujar Budi melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/12/2023).
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1965 tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Periode 1-15 Desember 2023.
Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/rbd palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK 0 dolar AS per MT dengan penetapan merek. Ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1966 Tahun 2023 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 kilogram.
Bea Keluar CPO periode 1-15 Desember 2023 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesar 33 dolar AS per MT. Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode 1-15 Desember 2023 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar 85 dolar per MT.
Peningkatan Harga Referensi CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya yaitu meningkatnya permintaan yang tidak diimbangi dengan produksi CPO Malaysia dan Indonesia yang diprediksi menurun. Kemudian melemahnya mata uang ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat dan peningkatan harga minyak nabati lainnya yaitu minyak kedelai.