EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendorong pengembangan obat herbal dan fitofarmaka sebagai langkah pengembangan kemandirian farmasi dan transformasi sistem kesehatan di Indonesia.
"Salah satu agenda dalam transformasi untuk mendukung ketahanan kesehatan farmasi dan alat kesehatan adalah dengan pengembangan obat herbal dan fitofarmaka," kata Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Dr Rizka Andalucia dalam acara Forum Hilirisasi Fitofarmaka yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (4/11/2023).
Rizka mengatakan, dukungan pemerintah dalam pengembangan obat herbal dan fitofarmaka tertuang melalui Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang memberikan peran obat bahan alam dan fitofarmaka.
"Kita berusaha menempatkan fitofarmaka ini dalam pelayanan kesehatan konvensional, sehingga kita harapkan penerapan obat herbal di Indonesia menjadi semakin optimal," ujarnya.
Tidak hanya melalui UU Kesehatan, kata Rizka, pemerintah juga melakukan implementasi di sejumlah rumah sakit vertikal di Indonesia. Salah satunya melalui kerja sama dan integrasi pusat pelayanan obat herbal yang dilakukan antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu, Jawa Tengah, dengan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.
Kerja sama tersebut, sambungnya, dilakukan untuk mempercepat pemanfaatan obat herbal di Indonesia, yang diawali di RSUP Dr Sardjito. Ia berharap upaya tersebut dapat ditiru oleh rumah sakit lainnya di Indonesia, sehingga pemanfaatan obat herbal dan fitofarmaka dapat dilakukan di pelayanan kesehatan konvensional lainnya.
Data yang dihimpun Kemenkes melaporkan setidaknya Indonesia memiliki 28 ribu spesies tumbuhan dan merupakan rumah dari 80 persen tumbuhan obat dunia. Hasil riset tumbuhan obat dan jamu (ristoja) mengatakan lebih dari 30 ribu ramuan tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.
Pada Mei 2022 silam, Kemenkes RI telah menerbitkan Formularium Fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan perencanaan dan pengadaan fitodfarmaka agar tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan serta sebagai acuan penggunaan fitofarmaka yang aman, bermutu, berkhasiat, dan terjangkau.
Peningkatan penggunaan fitofarmaka dalam negeri juga sejalan dengan Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2022 yang berisi tentang percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi untuk menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.