EKBIS.CO, JAKARTA -- Restorasi ekosistem disebut memiliki dampak penting dengan mengembalikan kondisi alam seperti semula. Langkah tersebut juga dipercaya dapat mengembalikan keanekaragaman hayati sekaligus berkontribusi pada peningkatan karbon stok dan upaya pengendalian perubahan iklim. Hal itulah yang telah coba dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
"Pada periode tahun 2020-2023, pemerintah telah melakukan restorasi ekosistem di kawasan hutan konservasi seluas kurang lebih 175.000 hektare," ucap Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Satyawan Pudyatmoko dalam siaran pers, Kamis (7/12/2023).
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan peraturan turunannya telah memberi payung hukum pelaksanaan restorasi ekosistem di Indonesia. Menurut dia, restorasi ekosistem bukan sekadar menanam pohon, melainkan bertujuan memulihkan fungsi dan jasa ekosistem restorasi.
"Yang juga akan meningkatkan stok karbon dalam mendukung Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia melalui FOLU Net Sink 2030," kata dia.
Dia menerangkan, restorasi ekosistem di Indonesia melibatkan berbagai pihak, termasuk swasta. Dukungan swasta untuk restorasi ekosistem bisa dilakukan melalui berbagai skema termasuk rehabilitasi daerah aliran sungai atau penyaluran dana CSR, atau peningkatan kapasitas masyarakat.
"Pemerintah menyambut positif kalangan swasta atau organisasi lain yang mendukung target nasional, terutama restorasi dan konservasi," jelas dia.
Sementara itu, Head of Landscape Conservation APP Group Jasmine Doloksaribu mengungkapkan, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk melakukan restorasi ekosistem. Dia menyebutkan, APP bersama pemasok lainnya mengelola areal perlindungan sekitar 600 ribu hektare di dalam konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan yang tersebar di lima provinsi.
Berkat upaya restorasi, katanya, tutupan hutan dalam kondisi baik di areal perlindungan tersebut semakin meningkat. "Tahun 2015 tutupan hutan dalam kondisi baik sebesar 64 persen. Pemantauan pada tahun 2023 menunjukkan luas tutupan hutan dalam kondisi baik meningkat menjadi 86 persen," kata Jasmine.
Jasmine menjelaskan, kegiatan restorasi ekosistem dilakukan secara bertahap menggunakan kerangka berkelanjutan untuk mengembalikan fungsi ekologi sesuai kondisinya. Diawali dengan mengurangi dampak dan melakukan perbaikan ekosistem, rehabilitasi dengan pendekatan regenerasi alam sampai dengan restorasi fungsi biologi.
Mengembalikan ke kondisi awal untuk suatu lahan yang sudah pernah terdegradasi bukan menjadi ukuran sukses dari suatu restorasi namun indikator mengukur kembalinya fungsi ekologi alam yang terjadi secara alami adalah hal yang harus dipantau, diukur menuju fungsi ekologi yang saling mendukung lingkungannya.
"Di lahan gambut kritis juga mencakup upaya restorasi termasuk perbaikan tata kelola air," tutur dia.
Jasmine menerangkan, hasil pemantauan dan analisis yang dilakukan dalam upaya merestorasi menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Indikatornya adalah kenaikan keragaman spesies tumbuhan dan satwa liar. Selain itu juga ada peningkatan serapan karbon.
Global Head of Natured Based Solution International Union for Conservation of Nature (IUCN) Charles Karangwa menyatakan semakin banyak pihak yang memiliki komitmen untuk melakukan restorasi ekosistem. Secara global diperlukan restorasi ekosistem sekitar 350 juta hektare pada lahan terdegradasi dan terdeforestasi seperti tercantum dalam Deklarasi New York untuk pertemuan iklim tahun 2014.
"Restorasi membutuhkan proses yang lama untuk mengembalikan fungsi ekologis. Ini membutuhkan political will yang kuat," katanya.