EKBIS.CO, JAKARTA -- Investasi di pasar modal Indonesia dinilai akan cukup prospektif pada 2024. Beberapa faktor yang menopang kinerja pasar modal di tahun depan antara lain berlangsungnya pemilu hingga ekspektasi pemangkasan suku bunga.
"Berdasarkan data historis empat pemilu terakhir, kinerja IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) tercatat positif pada tahun pemilu," kata Direktur Investasi BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih kepada Republika, Jumat (8/12/2023).
Kendati demikian, Putut menegaskan, kontestasi politik itu bukan merupakan satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap kinerja IHSG. Pada 2008-2009, pergerakan indeks juga ditopang pemulihan krisis keuangan global.
Pada periode 2013-2014, kinerja indeks didukung pemulihan dari kebijakan pengetatan kuantitatif. Untuk 2024, Putut masih optimistis IHSG positif seiring dengan resiko kenaikan suku bunga yang sudah minimal serta potensi penurunan suku bunga.
Secara sektoral, Putut melihat sektor finansial masih menjadi penopang utama kinerja IHSG. Sektor konsumer juga diperkirakan dapat mengangkat kinerja indeks seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat menjelang masa pemilu.
"Selain itu, sektor-sektor yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga juga mungkin akan diuntungkan apabila penurunan suku bunga ternyata terjadi lebih awal dari ekspektasi pasar," ujar Putut.
Tren suku bunga global saat ini masih tinggi dengan suku bunga acuan the Fed sudah mengalami kenaikan 525 bps sejak level terendahnya di 2021 sebesar 0,25 persen. Namun, Putut melihat, potensi turunnya suku bunga semakin besar di 2024 akibat mulai efektifnya kebijakan pengetatan moneter di pasar global untuk menahan laju inflasi.
Dari pasar Indonesia, gejolak pasar finansial global dengan kenaikan suku bunga global dan penguatan indeks dolar, juga sangat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat mengalami pelemahan ke level 15.900. Namun rupiah kembali menguat dan bergerak stabil pada kisaran 15.500.
Dengan adanya potensi penurunan suku bunga di 2024, menurut Putut, penempatan investasi pada kelas aset pendapatan tetap masih dapat diuntungkan dengan diikutinya penurunan imbal hasil obligasi. Hal ini berpotensi mendapatkan apresiasi harga.
"Secara historis, kelas aset saham berkolerasi terbalik dengan pergerakan suku bunga. Dengan kata lain, kelas aset saham menjadi menarik untuk diperhatikan dan menjadi opsi diversifikasi untuk investor dengan profil risiko tinggi," kata Putut.