Selasa 16 Jan 2024 21:35 WIB

Kenapa Indonesia Harus Impor Beras? Ini Penjelasan Badan Pangan

Kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja mengangkut beras BULOG di kompleks pergudangan modern Perum BULOG, Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (30/12/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja mengangkut beras BULOG di kompleks pergudangan modern Perum BULOG, Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (30/12/2023).

EKBIS.CO,  JAKARTA – Pemerintah memutuskan kebijakan impor beras sebesar 2 juta ton ditambah 1,5 juta ton pada tahun 2023. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh dalam kondisi produksi padi nasional yang tengah mengalami penurunan akibat perubahan iklim El Nino.

Dalam beberapa bulan terakhir pada tahun 2023, kata Arief, dampak El Nino baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi tersebut mengakibatkan terjadinya defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini. 

Baca Juga

"Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan El Nino. Dampaknya kita rasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras,” kata Arief dikutip dari siaran persnya Selasa (16/1/2024) di Jakarta.

Arief mengatakan, sesuai penugasan Bapanas kepada Bulog, stok aman Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang ada di Perum Bulog minimal harus di angka 1 juta ton. Untuk itu, beras yang berasal dari impor dijadikan sebagai penguatan stok CBP.

Ia menyampaikan, sepanjang 2023, stok CBP berhasil terjaga selalu di atas 1 juta ton. Dengan kondisi stok yang mumpuni tersebut, CBP digelontorkan ke masyarakat melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dalam bentuk operasi pasar dan Gerakan Pangan Murah (GPM), serta penyaluran bantuan pangan beras kepada lebih dari 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Pada tahun lalu, Bapanas bersama pemerintah daerah telah berhasil menggelar program Gerakan Pangan Murah (GPM) mencapai 1.626 titik lokasi yang tersebar di 36 provinsi dan 324 kabupaten kota di seluruh Indonesia. Kemudian realisasi penyaluran beras SPHP berhasil mencapai 1,16 juta ton dari target 2023 di angka 1,08 juta ton. Sementara bantuan pangan beras telah terlaksana selama 7 bulan dalam 2 tahapan.

“Di 2024 ini, Badan Pangan Nasional bersama Bulog senantiasa berkomitmen untuk memprioritaskan menyerap produksi dalam negeri. Karena itu, momentum panen raya mendatang harus betul-betul dioptimalkan," ujarnya.

Terlebih Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia akan mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024. Minus tersebut pada Januari 2024 diperkirakan sebesar 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 sebesar 1,22 juta ton. Total defisit beras 2,83 juta ton. Kondisi tersebut dapat menyebabkan eskalasi harga beras, sehingga perlu ada antisipasi.

“Sampai sekarang harga di petani selalu kita jaga, agar tidak jatuh terlalu dalam. Kami di Badan Pangan Nasional selalu berupaya menjaga keseimbangan harga mulai dari produsen sampai konsumen," ujarnya.

Ia juga memastikan importasi beras tidak banyak mempengaruhi harga di tingkat petani. Menurutnya, jika Kementerian Pertanian telah berhasil mewujudkan produksi beras lebih dari 2,5 juta ton dalam sebulan, harga beras diharapkan mulai turun.

“Kita apresiasi Kementan yang tengah mengebut percepatan tanam di beberapa daerah yang sudah memiliki air mulai dari Oktober tahun lalu. Ini penting karena guna memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional sebanyak 2,5 juta ton per bulan, setidaknya total luas tanam kita harus ada 1 juta hektar," katanya.

Untuk itu, pemerintah pusat perlu lakukan koordinasi yang intens dengan seluruh pemerintah daerah agar dapat tanam minimal 1 juta hektar. Menurutnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun telah menyatakan penanaman telah melebihi 1 juta hektare dan harapannya sudah bisa diserap mulai April 2024 ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement