EKBIS.CO, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan Budi Said (BS) sebagai tersangka korupsi emas PT Aneka Tambang (Antam), Kamis (18/1/2024). BS ditetapkan tersangka oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait dengan rekayasa transaksi jual-beli yang membuat negara merugi seberat 1,3 ton emas, atau setara Rp 1,1 triliun.
Lalu siapa sebenarnya BS?
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi mengatakan, BS diketahui sebagai pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
“BS adalah seorang pengusaha properti asal Surabaya. Dan dari hasil pemeriksaan secara intensif, dan dikatikan dengan alat bukti lainnya, kita meningkatkan status hukumnya menjadi tersangka,” begitu kata Kuntadi di Kejakgung, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
BS dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999-20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
BS diketahui dalah bos atau pemilik dari PT Tridjaya Kartika Group (TKG), konsorsium pembangunan real estate, apartemen, sampai pusat perbelanjaan yang berbasis di Surabaya. BS, di media sosial (medsos) disebut-sebut sebagai salah satu crazy rich, atau orang tajir melintir di Surabaya.
Terkait dengan kasus yang menjeratnya sebagai tersangka di Jampidsus-Kejakgung kali ini, pun sebetulnya menjadi babak baru dalam sengketa keperdataan antara BS, dan PT Antam. Dalam kasus keperdataan tersebut, berakhir dengan terkabulnya gugatan BS terhadap PT Antam.
Kasus perdata antara BS dan PT Antam tersebut, berawal dari pembelian emas seberat 7 ton pada 2018 di Butik Surabaya-1 PT Antam.
Dalam realisasinya, BS menyatakan baru mendapatkan logam mulia yang dibelinya seberat 5,9 ton. BS yang merasa dirugikan menggugat PT Antam untuk mendapatkan sisa setoran emas dari PT Antam sebesar 1,3 ton.
Gugatan tersebut bukan cuma ditujukan kepada BUMN Logam Mulia itu, juga ditujukan kepada turut tergugat-2 Endang Kumoro (EK), Misdianto (MD) sebagai tergugat-3, Ahmad Purwanto (AP) sebagai tergugat-4, dan Eksi Anggraini (EA) sebagai tergugat-5.
Di peradilan tingkat pertama, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, gugatan BS terkabul. Pengadilan mewajibkan PT Antam untuk menyerahkan sisa penyerahan emas seberat 1,3 ton yang menjadi hak BS.
Namun begitu, di tingkat banding, di Pengadilan Tinggi Jawa Timur, putusan hakim tinggi berbalik dengan menganulir putusan peradilan tingkat pertama. Akan tetapi, BS melawan kemenangan PT Antam di tingkat banding itu, dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Dan hakim agung, mengembalikan putusan PN Surabaya yang memenangkan BS atas PT Antam. MA dalam putusannya menegaskan PT Antam wajib menyerahkan 1,3 ton emas kepada BS, atau setara Rp 1,1 triliun.
PT Antam sempat melawan putusan kasasi tersebut, dengan mengajukan upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali (PK).
Akan tetapi, MA menolak PK tersebut, dan tetap memenangkan BS dalam sengketa tersebut. Sehingga sengketa antara BS dan PT Antam itu menjadi inkrah dengan kewajiban PT Antam menyerahkan 1,3 ton emas kepada BS. Akan tetapi, putusan inkrah tersebut, sampai hari ini belum dilakukan eksekusi.
Alih-alih mendapatkan haknya sesuai putusan pengadilan, BS malah dijerat tersangka oleh Jampidsus-Kejakgung terkait transaksi emas dengan PT Antam tersebut. Penyidik Kejakgung menjerat BS sebagai tersangka korupsi, berupa manipulasi transaksi jual beli emas PT Antam.
Kuntadi melanjutkan, penyidikannya tak tahu-menahu soal sengketa perdata antara BS dengan PT Antam. Karena dikatakan dia, dalam penyidikannya, dari pihak pejabat-pejabat PT Antam, pun sebetulnya turut serta terlibat dalam aksi BS melakukan rekayasa transaksi jual-beli emas tersebut.
“Kita (Kejakgung) tidak tahu-menahu dengan adanya perkara lainnya. Karena perkara yang kami tangani ini terkait dengan tindak pidana korupsi dalam proses transaksi dan jual-beli logam mulia emas PT Antam,” begitu ujar Kuntadi.
Kuntadi menerangkan, kasus yang menjerat BS melibatkan empat pejabat di PT Antam. Yakni, EA, AP, EK, dan MD. “Mereka (EA, AP, EK, dan MD) di antaranya adalah oknum pejabat dan pegawai di PT Antam,” begitu ujar Kuntadi.
Dari proses penyidikan terungkap, BS pada periode Maret-November 2018 melakukan transaksi pembelian logam mulia emas di Butik Surabaya-1 Antam di Jatim. Dalam transaksi jual beli tersebut, BS dibantu oleh inisial EA, AP, EK, dan MD.
“Yaitu dengan cara menetapkan harga jual logam mulia di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam seolah-olah ada diskon dari PT Antam,” begitu kata Kuntadi.
Padahal kata Kuntadi, dalam periode tersebut, PT Antam tak ada memberikan program rabat kepada BS. Pun transaksi Butik Surabaya-1 PT Antam dengan BS itu tak ada kesepakatan untuk memberikan diskon. Tetapi, kata Kuntadi, peran empat yang disebut dari PT Antam itu, turut membantu BS dalam menutupi selisih harga.
“Guna menutupi jumlah selisih harga tersebut, para pelaku selanjutnya membuat surat yang diduga palsu yang pada pokoknya membenarkan transaksi tersebut,” ujar Kuntadi.
Sehingga, melalui surat yang diduga palsu itu, membuat PT Antam menjadi pihak yang berkewajiban menyetorkan sejumlah emas yang disebut sudah ditransaksikan oleh BS.
“Akibatnya, PT Antam mengalami kerugian yang sangat besar, sebesar 1 ton 136 Kilogram (Kg) logam mulia emas,” begitu kata Kuntadi.
Besaran kerugian negara akibat perbuatan BS dan empat pejabat PT Antam tersebut, mencapai Rp 1,1 triliun. Adapun terhadap EA, AP, EK, dan MD, kata Kuntadi melanjutkan, sampai saat ini masih sebagai saksi, dan masih dalam penyidikan intensif untuk menentukan nasib hukumnya.