EKBIS.CO, JAKARTA -- Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan kebijakan food estate ditempuh pemerintah sebagai respons atas ancaman situasi perekonomian dunia yang dipengaruhi krisis pangan.
"Kebijakan food estate itu kan untuk merespons situasi yang kita hadapi ya. Kita tahu bahwa situasi perekonomian dunia saat ini tidak baik-baik saja," kata Ari Dwipayana dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (22/1/2024).
Ia mengatakan situasi usai pandemi Covid-19 memicu banyak negara di dunia gagal memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Selain itu, situasi itu juga memicu ketidakstabilan harga pangan global.
"Termasuk juga harga pangan itu melambung tinggi di pasaran dunia," katanya.
Untuk merespons hal itu, kata Ari, Pemerintah RI melakukan terobosan kebijakan berskala besar dengan menerapkan program food estate. Program itu dilaksanakan mulai 2021 di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara dengan luas 30 ribu ha dalam bentuk lahan agrikultural kentang dengan komoditas bawang merah dan bawang putih.
"Itulah sebabnya mengapa Bapak Presiden mendorong untuk merespons dampak pandemi dan kemudian munculnya situasi krisis pangan itu dengan kebijakan lumbung pangan," katanya.
Tujuan dari kebijakan itu adalah menghasilkan produksi yang bisa memenuhi cadangan pangan pemerintah, sehingga kemampuan Indonesia untuk mandiri dari sisi pangan bisa tercukupi tanpa bergantung pada impor negara lain, khususnya di saat harga pangan dunia melambung tinggi.
Dikatakan Ari dalam proses tersebut terdapat sejumlah evaluasi untuk penyempurnaan program agar capaian yang dicita-citakan bisa tercapai.
"Iya dievaluasi terus, karena tentu implementasinya ada beberapa hal yang sifatnya kompleks yang perlu dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan," ujarnya.
Sebelumnya Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, dalam agenda debat kedua calon wakil presiden di Jakarta, Ahad (21/1/2024) menyindir gagalnya food estate gagasan Prabowo Subianto, yang dinilai merusak lingkungan dan mengabaikan masyarakat adat.
Ia berkomitmen akan melakukan pembangunan yang berbasis keberlanjutan melalui prinsip keadilan ekologi.