Jumat 26 Jan 2024 07:05 WIB

Arah Kebijakan BI pada 2024, Sinergi Perkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional

Stabilitas perekonomian Indonesia terjaga, baik eksternal maupun internal.

Red: Nora Azizah
Publikasi ini sebagai pelaksanaan transparansi kebijakan Bank Indonesia kepada publik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 58 ayat (7) Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Foto: Dok. Bank Indonesia
Publikasi ini sebagai pelaksanaan transparansi kebijakan Bank Indonesia kepada publik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 58 ayat (7) Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut pada 2023, di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun dan ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 tetap tinggi pada kisaran 4,5-5,3 persen ditopang oleh permintaan domestik yang kuat.

Stabilitas perekonomian juga terjaga, baik stabilitas eksternal maupun internal. Neraca Pembayaran Indonesia tetap baik ditopang kinerja transaksi berjalan yang sehat, di tengah tekanan terhadap neraca modal dan finansial seiring tingginya ketidakpastian global. 

Baca Juga

Stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga didukung kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, di tengah kuatnya dolar AS. Inflasi turun lebih cepat menjadi 2,61 persen (yoy) dan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan meningkat 10,38 persen dan didukung oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat serta ditopang oleh likuiditas yang memadai, permodalan yang kuat, dan risiko kredit yang rendah.

Kinerja perekonomian domestik yang positif ini dicapai di tengah gejolak perekonomian dunia yang meningkat dan penuh tantangan. Berbagai perkembangan menunjukkan 5 (lima) karakteristik mewarnai kinerja dan prospek ekonomi global 2023. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang melemah dan disertai divergensi. Kedua, penurunan inflasi lambat. 

Ketiga, suku bunga tinggi dalam waktu lama. Keempat, arus modal keluar dari negara Emerging Market and Developing Economies (EMDEs). Kelima, nilai tukar dolar AS tetap kuat. Perkembangan global ini memberikan tekanan terhadap ekonomi negara berkembang sehingga diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut terhadap ketahanan ekonomi domestik. 

Respons bauran kebijakan Bank Indonesia, yang bersinergi dengan kebijakan ekonomi nasional oleh Pemerintah, Bank Indonesia, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), menjadi kunci kinerja ekonomi Indonesia yang berdaya tahan.  Bauran kebijakan Bank Indonesia selama 2023 diarahkan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan. 

Dalam kaitan ini, kebijakan moneter difokuskan pada upaya menjaga stabilitas (pro-stability), sedangkan keempat kebijakan lain, yaitu kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Bauran kebijakan Bank Indonesia ini kemudian bersinergi dengan kebijakan ekonomi nasional yang mencakup 5 (lima) aspek penting, yaitu: (i) koordinasi fiskal dan moneter; (ii) akselerasi transformasi sektor keuangan; (iii) akselerasi transformasi sektor riil; (iv) digitalisasi ekonomi dan keuangan; dan (v) ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau.

Penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia pada 2023 ditempuh dengan mengoptimalkan semua instrumen yang tersedia, baik masing-masing kebijakan maupun secara bersama sehingga dapat menjaga stabilitas dan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas melalui optimalisasi trilema kebijakan moneter, yakni menjaga stabilitas harga, stabilitas nilai tukar, dan pengelolaan aliran modal. 

Kebijakan suku bunga pada 2023 ditetapkan secara forward looking dan pre-emptive untuk pencapaian sasaran inflasi. Bank Indonesia pada Januari 2023 menaikkan suku bunga kebijakan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen dan dipertahankan tetap hingga September 2023. Pada Oktober 2023, suku bunga kebijakan BI7DRR naik sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation). 

Selanjutnya, terhitung mulai 21 Desember 2023, Bank Indonesia menggunakan nama BI-Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI7DRR untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter. Keberhasilan pengendalian inflasi juga didukung oleh kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dan koordinasi pengendalian inflasi pangan dengan Pemerintah dalam TPIP/TPID dan GNPIP.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah juga ditempuh untuk menjaga volatilitas jangka pendek dan mengendalikan arah pergerakan agar sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi. Kebijakan tersebut ditempuh melalui triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan transaksi SBN di pasar sekunder. 

Stabilisasi diperkuat dengan inovasi strategi operasi moneter yang pro-market, melalui penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Langkah ini untuk mendukung pendalaman pasar uang dan menarik aliran masuk portofolio asing. Penguatan juga dilakukan melalui koordinasi dengan Pemerintah dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2023 untuk penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Kebijakan makroprudensial diperlonggar untuk makin mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga sasaran trilema kebijakan makroprudensial, yaitu kredit optimal, stabilitas sistem keuangan (SSK), dan inklusi keuangan berjalan searah dan makin diperkuat. 

Tambahan insentif likuiditas diberikan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi, perumahan, pariwisata dan ekonomi kreatif, inklusi keuangan (UMKM, KUR, mikro), serta ekonomi-keuangan hijau. Fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan ditingkatkan melalui penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). 

Kebijakan makroprudensial longgar lainnya terus ditempuh, termasuk kebijakan Countercyclical Capital Buffer (CCyB), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), Rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti, serta ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor.

Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus ditempuh dengan inovasi instrumen dan perluasan layanan pembayaran digital, penguatan ekosistem ekonomi keuangan digital (EKD) nasional, dan penguatan stabilitas infrastruktur sistem pembayaran. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran ditempuh dengan inovasi instrumen dan perluasan layanan pembayaran digital, penguatan ekosistem EKD nasional, dan penguatan stabilitas infrastruktur sistem pembayaran. 

Ketiga sasaran trilema kebijakan sistem pembayaran, yaitu velositas, struktur industri, dan stabilitas infrastruktur berjalan searah dan makin diperkuat. Peningkatkan nilai transaksi dan velositas pembayaran digital dilakukan melalui perluasan pengguna dan merchant QRIS, kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) untuk QRIS Usaha Mikro (UMI), dan implementasi fitur QRIS Tarik Tunai, Transfer, Setor Tunai (TUNTAS). 

Demikian pula, elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah ditingkatkan, khususnya Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) dan perluasan akseptasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen Pemerintah. Konsolidasi ekosistem EKD nasional antara Perusahaan Jasa Pembayaran (PJP) bank dan nonbank dengan e-commerce makin kuat. Infrastruktur sistem pembayaran juga diperkuat dengan perluasan akseptasi BI-FAST melalui kepesertaan dan kanal layanan pembayaran. 

Bauran 3 (tiga) kebijakan utama Bank Indonesia ini didukung pula penguatan kebijakan pendukung untuk pendalaman pasar uang dan pasar valas. Kebijakan pendukung lain yakni kebijakan pengembangan UMKM dan ekonomi-keuangan syariah, serta kebijakan internasional, juga ditempuh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakannya pada 2024, yang diarahkan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dalam sinergi erat dengan kebijakan ekonomi nasional. Kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2024 akan terus difokuskan pada stabilitas (pro-stability) khususnya pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah, serta dukungan terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

Sementara itu, kebijakan utama Bank Indonesia lainnya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth). Kebijakan makroprudensial longgar dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap turut menjaga SSK. 

Kebijakan sistem pembayaran akan terus diarahkan untuk akselerasi integrasi ekonomi dan keuangan digital, kerja sama sistem pembayaran antarnegara, serta pengembangan Rupiah Digital. Sementara itu, kebijakan pendukung yakni kebijakan pendalaman pasar uang, serta kebijakan pengembangan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap pro-growth. 

Kebijakan Bank Indonesia juga bersinergi dengan bauran kebijakan ekonomi nasional untuk memperkuat ketahanan dan kebangkitan perekonomian nasional. Sinergi kebijakan akan ditempuh melalui 5 (lima) aspek yakni (i) sinergi kebijakan fiskal Pemerintah–moneter makroprudensial Bank Indonesia; (ii) sinergi kebijakan stabilitas sistem keuangan; (iii) akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan nasional; (iv) hilirisasi minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan; dan (v) kebijakan perdagangan, investasi, dan infrastruktur.

Bank Indonesia meyakini bauran dan sinergi erat antara kebijakan pengelolaan ekonomi jangka pendek dengan kebijakan transformasi sektor riil akan mampu memperkuat dan mendorong lebih lanjut kebangkitan ekonomi nasional menuju Indonesia Maju. Keberlanjutan transformasi sektor riil akan mendorong peningkatan kapasitas output potensial dalam jangka menengah sehingga ekonomi dapat tumbuh lebih tinggi dengan stabilitas yang tetap terjaga. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada 2024 diprakirakan dalam kisaran 4,7-5,5 persen dan akan terus meningkat dalam jangka menengah. Inflasi diprakirakan tetap terkendali pada kisaran sasaran 2,5 persen pada 2024. 

Defisit transaksi berjalan akan terjaga rendah dan sehat pada kisaran defisit 0,1 persen sampai dengan defisit 0,9 persen PDB pada 2024. Demikian pula pertumbuhan kredit/pembiayaan oleh perbankan kepada dunia usaha yang diprakirakan juga akan meningkat menjadi 10-12 persen pada 2024.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement