EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu mengusulkan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan pemangkasan masa subsidi dalam rencana skema kredit pemilikan rumah (KPR) dengan tenor 35 tahun.
"Ini juga sebenarnya menjadi diskusi kami dengan Kementerian Keuangan untuk menciptakan KPR subsidi yang masa subsidinya lebih pendek, tapi masa kreditnya yang panjang," kata Nixon saat konferensi pers "Paparan Kinerja Per 31 Desember 2023" di Menara BTN, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Nixon mengatakan, rencana skema KPR tersebut memungkinkan untuk diwujudkan. Akan tetapi terdapat dua permasalahan yang perlu digarisbawahi, baik dari sisi perbankan maupun dari sisi konsumen.
Dengan skema KPR 35 tahun tersebut, menurut Nixon, penyediaan likuiditas akan panjang. Sementara itu, kebanyakan konsumen juga tidak ingin menanggung bunga KPR yang semakin panjang.
Menurut dia, biasanya konsumen perumahan KPR, bahkan KPR subsidi, cenderung melakukan pelunasan cicilan rata-rata setelah memasuki tahun kedelapan hingga kesepuluh meskipun tenor yang diambil berjangka waktu 20 tahun secara legal.
"Jadi, kalau misalnya kreditnya jadi 25 tahun, subsidinya 10 tahun aja, karena setelah 10 tahun, tidak mungkin orang disubsidi seumur hidup. Tidak sehat juga, baik buat negara maupun buat orang tersebut," kata dia.
Dengan memangkas masa subsidi, kata Nixon, akses penerima KPR juga dapat diperluas atau jumlah kuota KPR akan lebih meningkat. Dengan begitu, anggaran subsidi dapat ditujukan untuk masyarakat yang lebih membutuhkan perumahan.
"Kami juga sedang melakukan kajian dengan Kementerian Keuangan untuk menurunkan masa subsidi, tapi masa kreditnya sama sehingga jumlah kuotanya akan lebih meningkat. Kalau tadinya setahun (kuota) 200 ribu, ini bisa 400 ribu. Jadi aksesnya jauh lebih luas," kata Nixon.
Skema KPR 35 tahun masih dikaji oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Rencana skema KPR 35 tahun merupakan langkah pemerintah secara bertahap menuju zero backlog di 2045, di mana angka backlog di Indonesia masih mencapai 12,71 juta unit pada 2021.