Rabu 28 Feb 2024 23:35 WIB

KemenkopUKM Ingatkan Tiktok Promosi Pakaian Impor Ilegal Bisa Rugikan UMKM

KemenkopUKM sebut ada komitmen untuk menutup seller yang berjualan pakaian ilegal

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto,Mendag Zulkifli Hasan, MenkopUKM Teten Masduki dan Dirjen Bea Cukai Askolani melakukan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Bea Cukai bekerja sama dengan Bareskrim Polri menyita 7.363 bal pakaian bekas (balepress) asal impor senilai lebih dari 80 miliar rupiah di wilayah Jabodetabek. Penindakan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Republik Indonesia terkait penanganan peredaran pakaian bekas ilegal impor yang mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Foto: Republika/Prayogi.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto,Mendag Zulkifli Hasan, MenkopUKM Teten Masduki dan Dirjen Bea Cukai Askolani melakukan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Bea Cukai bekerja sama dengan Bareskrim Polri menyita 7.363 bal pakaian bekas (balepress) asal impor senilai lebih dari 80 miliar rupiah di wilayah Jabodetabek. Penindakan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Republik Indonesia terkait penanganan peredaran pakaian bekas ilegal impor yang mengganggu industri tekstil dalam negeri.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) kembali mendapati Tiktok Shop melanggar aturan. Kemenkop UKM menemukan Tiktok masih membiarkan penjualan pakaian bekas ilegal asal impor di fitur keranjang mereka.

"Pada bulan Maret 2023 ada komitmen TikTok menutup seller. Tahun lalu menutup seller dan content creator yang mempromosikan impor pakaian barang bekas ilegal. Kita masih melihat masih ada fasilitas promosi pakaian bekas impor," kata Staf Khusus Menkop UKM Fiki Satari, Rabu (28/2/2024).

Dia menilai, pihak yang dirugikan dalam hal itu tentu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Akibatnya, kata dia, UMKM tidak bisa bersaing karena gempuran barang impor, apalagi masuk ke Tanah Air denga cara yang sudah dilarang.

"Dampaknya tentunya yang paling fundamental UMKM kita sulit bersaing kalau masih ada barang-barang yang sangat murah, barang impor khususnya," kata dia.

Fiki juga menyampaikan temuan atau data lain yang dipegang oleh pihaknya soal dugaan praktik predatory pricing yang kembali dilakukan oleh Tiktok Shop. Untuk mengakali pengawasan dan menarik perhatian pembeli, ada penggunaan metode promosi produk dengan skema bundling.

"Kita temukan produk-produk yang dijual dengan istilahnya predatory pricing. Kita tahu persis bagaimana pemberlakuan Permendag ini untuk mencegah praktik predatory pricing. Harga-harga yang membunuh sebetulnya sangat murah, yang tentunya membunuh UMKM," jelas dia.

Menurut Fiki, data yang dikumpulkan dari timnya terlihat masih banyak produk yang dijual dengan harga sangat murah. Salah satunya dengan cara menjual secara bundling. Terlepas dari alasan promo atau apa pun, kata dia, itu tentu bertentangan dengan Pasal 13 ayat 1 dari Permendag 31 Tahun 2023.

"Yang mewajibkan semua platform menjaga harga barang dan atau jasa bebas dari praktik manipulasi harga baik secara langsung maupun tidak langsung," kata Fiki.

Sebelumnya diketahui, pemerintah sudah mengeluarkan aturan dalam Permendag Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam aturan jelas dikatakan, adanya larangan pakaian bekas impor.

Tujuannya, selain pengaruhnya terhadap kondisi industri tekstil dalam negeri, larangan tersebut diterapkan  sebagai upaya pencegahan dampak negatif pakaian bekas terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan karena komoditas ini dikategorikan sebagai limbah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement