EKBIS.CO, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengupayakan capaian produksi lifting minyak pada 2024 tidak kurang dari 600 ribu barrel oil per day (BOPD).
“Kami upayakan untuk tidak kurang dari 600 ribu (barel minyak per hari) ke depan, meski di awal tahun kita dihadapkan dengan bencana alam banjir,” ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Dwi mengatakan bahwa bencana alam banjir tersebut menimpa begitu banyak sumur Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), khususnya di Rokan dan Sumatera Selatan.
Dalam kesempatan tersebut, Dwi memaparkan bahwa target lifting minyak yang telah ditetapkan di APBN 2024 sebesar 653 ribu BOPD.
Sedangkan, tutur Dwi melanjutkan, hasil dari work program and budget (WP&B) KKKS menunjukkan perkiraan produksi di bawah 600 ribu BOPD, yakni sebesar 596 ribu BOPD.
Hal tersebut yang berusaha digenjot oleh SKK Migas, agar lifting minyak pada 2024 tidak kurang dari 600 ribu BOPD.
Upaya tersebut ditunjukkan dengan peningkatan target dalam aktivitas eksplorasi sumur. Pengeboran tahun 2023, kata dia, berhasil merealisasikan 38 sumur, 27 persen lebih tinggi apabila dibandingkan pada tahun 2022 yang berhasil merealisasikan 30 sumur.
“Dan tahun 2024 meningkat lagi jadi 48 sumur,” kata dia.
Lebih lanjut, dari sumur pengembangan, SKK Migas merencanakan pengembangan realisasi dari 799 sumur pada 2023 menjadi 932 sumur pada 2024.
“Workover realisasi 834 sumur dan diharapkan pada 2024 menjadi 905 sumur,” ucap Dwi.
Sebelumnya, SKK Migas menyebut realisasi lifting minyak di tahun 2023 sebesar 605.500 barel minyak per hari (BOPD). Capaian tersebut di bawah target lifting minyak pada 2023 sesuai ditetapkan APBN 2023, yakni sebesar 660.000 BOPD, dan di bawah target work program and budget (WP&B) yang ditetapkan, yakni sebesar 621.000 BOPD.
Adapun sejumlah kendala yang dihadapi oleh SKK Migas, yakni kondisi cuaca yang ekstrem, safety stand down yang terjadi di seluruh wilayah Pertamina selama empat bulan yang mengakibatkan berkurangnya produksi sekitar 3.000 BOPD, pengeboran yang tidak mencapai target, ketersediaan rig, hingga tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan konservasi.