Jumat 03 May 2024 13:01 WIB

Tambah Kepemilikan Saham di Freeport, Indonesia Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik

Perpanjangan kontrak PTFI tak lepas dari rencana memproduksi kawat tembaga.

Red: Setyanavidita livicansera
Pekerja melintasi areal tambang bawah tanah Grasberg Blok Cave (GBC) yang mengolah konsentrat tembaga di areal PT Freeport Indonesia, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (17/8/2022). PT Freeport telah melakukan pengiriman konsentrat tembaga sebanyak 32 kali ke smelter di Gresik, Jawa Timur sejak Januari 2022.
Foto: ANTARA/Dian Kandipi
Pekerja melintasi areal tambang bawah tanah Grasberg Blok Cave (GBC) yang mengolah konsentrat tembaga di areal PT Freeport Indonesia, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (17/8/2022). PT Freeport telah melakukan pengiriman konsentrat tembaga sebanyak 32 kali ke smelter di Gresik, Jawa Timur sejak Januari 2022.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan rencana pemerintah menambah kepemilikan saham sebanyak 10 persen pada PT Freeport Indonesia (PTFI) sekaligus memperpanjang kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan hingga 2061, adalah upaya mendukung hilirisasi.

Dalam keterangan pers kementeriannya di Jakarta, Jumat, (3/5/2024), Bahlil mengatakan pembelian saham pemerintah pada PTFI sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membangun hilirisasi di Indonesia, khususnya pada ekosistem kendaraan listrik. Selain itu, menurut dia, dengan memiliki saham yang lebih besar, pemerintah juga akan diuntungkan dengan besaran dividen.

Baca Juga

“Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia, karena kita sudah mayoritas. Kita beli kurang lebih sekitar hampir 4 miliar dolar AS. Dan dari pendapatan itu, sekarang dividen 2024 itu sudah hampir lunas dengan pendapatan itu," ucap Bahlil saat mengisi kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kamis (2/5/2024).

Ia juga menyebutkan, dengan kepemilikan saham mayoritas di PTFI, pemerintah juga dapat dengan lebih mudah menjalankan kebijakan hilirisasi, khususnya pada komoditas tembaga. Bahlil bercerita tentang bagaimana pembangunan smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur yang akhirnya berjalan karena adanya dorongan kuat dari pemerintah.

“Tiga miliar dolar AS untuk membangun smelter di Gresik. Sekarang sudah jadi, bulan Mei (beroperasi), dan di situ kita sudah bisa produksi katoda tembaga. Dari 3 juta konsentrat yang dibawa dari Timika ke Gresik, itu menghasilkan 400 ribu ton katoda tembaga, 60 ton emas," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil mengatakan, perpanjangan kontrak PTFI tidak terlepas dari rencana perusahaan untuk memproduksi kawat tembaga. Kawat tembaga merupakan produk turunan tembaga yang bisa menghasilkan nilai 24 kali lipat.

Menurutnya, dengan memproduksi kawat tembaga, Indonesia akan semakin dekat dalam mewujudkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu ke hilir di dalam negeri. “Nah kalau tembaganya ada, itu kita bangun pabrik mobil. Copper wire (kawat tembaga) itu bungkus untuk baterai, jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia, supaya kita jadi negara produsen yang disegani dunia," ujar dia.

Selain itu, Bahlil kembali menegaskan tentang arah kebijakan pemerintah terkait dengan hilirisasi. Menurutnya, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas.

Dia juga mengingatkan agar Indonesia tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan hanya mengeksploitasi komoditas mentah. "Kita pernah mempunyai kekayaan minyak. Kita pernah masuk dalam OPEC. Sekarang kita tidak termasuk lagi ke dalam OPEC, kenapa? Karena konsumsi minyak kita 1 juta 500 ribu barel per hari. Produksi kita hanya 625 ribu barel per hari. Impor kita 870 ribu barel per hari. Kita sekarang impor minyak," lanjutnya.

Menurutnya, ini terjadi karena salah kebijakan. Untuk itu, ia mengatakan pemerintah perlu mengubah arah kebijakan dengan membangun hilirisasi. Tujuannya, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement