Senin 27 May 2024 20:32 WIB

Ekonomi RI Tumbuh Akibat Ramadhan, Indef: Belum Terdorong Kegiatan Produksi

Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah di tengah perlambatan ekonomi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi pergerakan ekonomi Indonesia.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi pergerakan ekonomi Indonesia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen pada kuartal I 2024 merupakan capaian tertinggi untuk kuartal pertama dalam lima tahun terakhir. Namun, sambung Eisha, pertumbuhan tersebut didorong oleh momentum Ramadhan dan konsumsi pemerintah, terutama belanja pemerintah untuk bantuan sosial dan pemilu. 

"Dengan demikian disayangkan, ekonomi domestik belum bisa terdorong oleh kegiatan sisi produksi yang maksimal," ujar Eisha dalam diskusi Indef bertajuk "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi?" di Jakarta, Senin (27/5/2024).

Baca Juga

Eisha menyampaikan hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah di tengah perlambatan ekonomi dan stagnasi global. Stagnasi global tersebut mencatat PDB global hanya akan tumbuh di 3,2 persen (yoy) global tahunan 2023, 2024, dan 2025. 

"Meski negara-negara ekonomi maju mengalami sedikit penguatan ekonomi, tetapi di negara-negara berkembang terjadi sedikit perlambatan hanya tumbuh pada 2024," ucap Eisha. 

Eisha memaparkan ekonomi AS saat ini memang diprediksi menguat secara domestik yakni 2,7 persen pada 2024 atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 2,5 persen. Eisha mengatakan arah kebijakan ekonomi AS juga berusaha untuk menurunkan inflasi sehingga penurunan suku bunga AS diproyeksi akan menurun pada pertengahan tahun ini.

"Ketidakpastian di negara berkembang akan semakin tinggi seiring dengan prospek ekonomi Cina yang melemah, karena penurunan kinerja sektor properti," sambung Eisha. 

Eisha menyampaikan perekonomian Cina diprediksi akan melemah dari 5,2 persen (yoy) pada 2023 menjadi 4,6 persen (yoy) pada 2024. Eisha mengatakan krisis real estat yang berkepanjangan, adanya kemerosotan kredit, dan konsumsi swasta yang lemah menyebabkan ekspansi ekonomi Cina tertahan. 

"Prospek suku bunga yang tidak pasti dan menahan suku bunga global pada level tinggi, sehingga mendorong capital outflow negara berkembang dan dampak ini juga dirasakan Indonesia, yaitu tekanan nilai tukar rupiah yang sampai Rp 16 ribu," kata Eisha. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement