EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Anggawira mengatakan, kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025 perlu menjadi perhatian bersama. Anggawira menyoroti sejumlah dampak ekonomi yang akan menyertai implementasi kebijakan tersebut.
"Ini sudah tercantum dalam UU perpajakan yang baru dan ini harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Anggawira saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Anggawira memahami pemerintah ingin meningkatkan pendapatan negara melalui kenaikan PPN tersebut. Namun, Anggawira menilai kebijakan ini juga berpotensi menggerus daya beli masyarakat.
"Tentunya kita harus hati-hati dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak, ini akan menjadi beban tambahan dan memperberat, dalam konteks daya beli masyarakat," ucap Anggawira.
Selain masyarakat, lanjut Anggawira, dunia usaha juga akan terdampak terhadap kebijakan tersebut. Anggawira berharap pemerintah dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk menjaga daya saing tetap kompetitif di tengah kenaikan PPN tersebut.
"Kalau kenaikan pajak pasti menyebabkan inflasi. Mudah-mudahan dalam penerapannya, ada strategi lain dari pemerintah dengan memberikan insentif langsung kepada pelaku usaha," sambung Anggawira.
HIPMI, lanjut Anggawira, juga akan melakukan pertemuan internal dengan para anggota untuk membahas kebijakan tersebut. Anggawira mengatakan HIPMI berharap pemerintah dapat menemukan solusi agar kenaikan PPN tidak semakin memberatkan dunia usaha dan masyarakat.
"(Insentif) mungkin dari sisi pembiayaan dengan instrumen pajak juga. Ada suatu kreativitas khusus untuk industri tertentu dapat kebijakan pajak yang tidak memberatkan," kata Anggawira.