EKBIS.CO, JAKARTA -- Mata uang rupiah mengalami penguatan pada Kamis (13/6/2024) setelah mengalami pelemahan berturut-turut dalam perdagangan sebelumnya. Mengutip Bloomberg, rupiah mengalami penguatan 24,50 poin atau 0,15 persen menuju level Rp 16.270 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (13/6/2024).
Pada perdagangan Rabu (12/6/2024), mata uang Garuda mengalami pelemahan hingga nyaris menyentuh level Rp 16.300 per dolar AS, namun akhirnya ditutup melemah di angka Rp 16.294 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan ada sejumlah sentimen yang memengaruhi rupiah kembali menguat, baik sentimen eksternal maupun internal.
“Sentimen eksternal, Ketua (The Fed) Jerome Powell mengatakan bank sentral sekarang hanya melihat kemungkinan satu kali penurunan suku bunga tahun ini, turun dari perkiraan sebelumnya sebanyak tiga kali,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (13/6/2024).
The Fed juga menaikkan perkiraan inflasi untuk tahun 2024. Namun, komentar The Fed didahului oleh indeks harga konsumen yang menunjukkan bahwa inflasi sedikit lebih rendah daripada perkiraan pada Mei. Angka tersebut memukul dolar dan menurunkan imbal hasil Treasury karena para pedagang menerima narasi disinflasi.
“Namun dolar stabil setelah komentar The Fed, mengingat suku bunga yang lebih tinggi dan lebih panjang kemungkinan akan menguntungkan greenback. Skenario seperti ini juga menjadi pertanda buruk bagi mata uang yang didorong oleh risiko. Data PPI (Indeks Harga Produsen) yang akan dirilis pada Kamis diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai inflasi,” terangnya.
Selain itu, Ibrahim mengatakan, bank sentral kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, namun diperkirakan akan mengurangi sebagian pembelian obligasi dalam upaya untuk memperketat kebijakan. Meskipun kondisi moneter yang lebih ketat diperkirakan akan memberikan dukungan terhadap mata uangnya.
Sementara itu, sentimen internalnya diantaranya adalah mengenai pernyataan para ekonom yang berbeda dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengungkapkan proyeksi ekonomi dunia masih suram hingga tahun depan. Diingatkan pula akan besarnya tantangan serta berbagai risiko ekonomi global yang mungkin terjadi hingga 2025.
“(Sentimen lainnya), setidaknya ada enam tantangan besar yang harus dihadapi dunia ke depan yakni suku bunga tinggi, restriksi perdagangan yang semakin ketat, volatilitas harga komoditas, ketegangan geopolitik, mulai menuanya populasi dunia, hingga buruknya dampak perubahan iklim,” tuturnya.
Tantangan-tantangan tersebut, lanjut Ibrahim, ada yang bersifat ekonomi, seperti inflasi. Lonjakan inflasi di beberapa negara khususnya negara maju direspons dengan kenaikan suku bunga acuan. Kini posisinya suku bunga acuan berada di level yang tinggi dalam waktu yang lama karena inflasi tak kunjung reda.
“Adapun, dari dalam negeri, kondisi ekonomi mulai mengalami tantangan serupa. Nilai tukar rupiah serta tingginya suku bunga saat ini membuat ekonomi Indonesia dalam ancaman. Bila kondisi ini terus berlanjut maka beragam dampak buruk bisa menghantam Indonesia, mulai dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga daya beli melemah,” tuturnya.
Ibrahim menuturkan, data-data ekonomi yang ada saat ini cukup memberikan kecemasan bagi berbagai pihak. Begitu pula dengan harga barang yang terus mengalami kenaikan di tengah daya beli masyarakat yang tidak dalam performa terbaiknya.
Melihat pergerakan rupiah hari ini dan trennya yang terjadi terhadap dolar AS serta berbagai sentimen yang memengaruhi, Ibrahim memproyeksikan pergerakan rupiah pada Jumat (14/6/2024) akan melanjutkan penguatan.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.230 - Rp16.310 per dolar AS,” tutupnya.
Sebelumnya, The Federal Reserve mempertahankan lagi suku bunga acuannya The Fed Fund Rate di level 5,25 persen-5,5 persen dalam pertemuan bulan Juni 2024. The Fed tetap akan menggunakan target inflasi 2 persen sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan arah suku bunga ke depan.