EKBIS.CO, JAKARTA – Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada Kamis (20/6/2024) hingga menyentuh level Rp 16.400-an per dolar AS. Pengamat menilai penguatan dolar AS terjadi seiring dengan para investor yang bersikap wait and see terhadap kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve.
Mengutip Bloomberg, mata uang rupiah melemah 65 poin atau 0,40 persen menjadi Rp 16.430 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (20/6/2024). Padahal pada perdagangan sebelumnya rupiah sempat menguat, meskipun tipis, ke level Rp16.365 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan ada sejumlah sentimen yang memengaruhinya baik eksternal maupun internal. Dari sentimen eksternal, pengaruhnya datang dari ketidakpastian kebijakan moneter dari negara-negara maju.
“Para pedagang menunggu lebih banyak petunjuk kebijakan AS, sementara Bank of England (BoE) akan melakukan pertemuan, di mana suku bunga diperkirakan tidak berubah. Selain BoE, investor juga akan mengamati keputusan bank sentral Swiss dan Norwegia pada Kamis untuk menentukan prospek suku bunga global,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (20/6/2024).
Kemudian, sentimen eksternal lainnya yakni data pada Rabu (19/6/2024) menunjukkan inflasi Inggris kembali ke target 2 persen untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun pada bulan Mei, namun tekanan harga yang kuat mengesampingkan penurunan suku bunga menjelang pemilu bulan depan.
“Sebagian besar ekonom dalam jajak pendapat Reuters minggu lalu memperkirakan bank sentral akan mulai menurunkan suku bunga pada Agustus, namun pasar hanya melihat peluang 30 persen untuk penurunan suku bunga pada Agustus dan berpikir bahwa langkah pertama kemungkinan besar akan dilakukan pada September atau November. Pasar telah memperkirakan pelonggaran BoE sebesar 43 basis poin tahun ini,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Ibrahim, bank nasional Swiss diperkirakan akan menurunkan suku bunga kebijakan utamanya sebesar 25 bps untuk pertemuan kedua berturut-turut. Bank sentral Norwegia kemungkinan tidak akan mengubah suku bunga kebijakan utamanya.
“Selain itu, pasar AS ditutup pada hari Rabu dan pada tingkat makro, investor mencari isyarat baru mengenai kapan Federal Reserve akan memulai siklus pelonggaran kebijakannya setelah bank sentral pada pekan lalu memproyeksikan hanya satu kali penurunan suku bunga pada tahun ini dan para pembuat kebijakan pada pekan ini juga bersikap hati-hati,” tuturnya.
Sementara itu, faktor internal pelemahan rupiah adalah karena faktor kebijakan moneter Bank Indonesia dalam mempertahankan suku bunganya di angka 6,25 persen. Hal itu berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19—20 Juni 2024.
“Keputusan itu konsisten dengan kebijakan moneter pro stabilitas sebagian langkah preemptive dan forward looking untuk pastikan inflasi sesuai sasaran 2,5 plus minus 1 persen pada 2024 dan 2025. Kebijakan ini akan didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stabilitas rupiah dan masuknya aliran modal asing,” kata Ibrahim.
Alasan mempertahankan suku bunga, karena BI memperkirakan ekonomi global tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, yakni mencapai 3,2 persen pada 2024, lebih tinggi dari perkiraan awal terutama dengan lebih baiknya pertumbuhan ekonomi di India dan Tiongkok. Walaupun ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat.
Dengan pergerakan rupiah saat ini serta sentimen-sentimen yang memengaruhinya, Ibrahim memproyeksikan rupiah akan melanjutkan pelemahan pada Jumat (21/6/2024).
“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.420-Rp.16.500 per dolar AS,” tutup Ibrahim.