EKBIS.CO, JAKARTA— Tekanan terhadap rupiah yang terus melemah, menjadi kekhawatiran tersendiri karena rentannya perekonomian nasional terhadap tekanan dan perubahan dari luar.
Hal ini mengemukakan saat Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI bersama Pemerintah dalam rangka penyampaian dan pengesahan laporan panja-panja dalam rangka pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN dan RKP tahun 2025, di Jakarta, Kamis (4/6/2024).
“Tentunya kita berharap, setiap asumsi ekonomi makro dan target pembangunan akan mencerminkan kondisi ekonomi nasional dan sekaligus menjawab tantangan ekonomi dan keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian,” kata Ketua Badan Anggaran DPR RI, M H Said Abdullah, dalam keterangannya, Kamis.
Dia mengatakan, seperti yang pernah disampaikan dalam Rapat Kerja pada 4 Juni 2024 lalu, kita masih terjebak dalam pertumbuhan ekonomi lima persenan.
“Penting bagi kita untuk bisa menemukan segera formulasi bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Mengingat, kita sedang berada dalam fase Bonus Demografi yang memungkinkan bagi kita untuk bisa tumbuh lebih tinggi. Apalagi kita sudah menjalankan proses transformasi struktural yang diharapkan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan bagi struktur Perekonomian, hal ini bisa sebagai fondasi yang dan modal untuk keluar dari middle income trap menuju Indonesia Emas 2045,” kata dia.
Dia berharap kebijakan pendapatan negara bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan dalam pembahasan panja. Untuk memenuhi harapan tersebut, perlu terobosan kebijakan untuk sektor perpajakan dan PNBP tahun 2025, memastikan implementasi UU HPP dan reformasi perpajakan berjalan dengan efektif sehingga bisa memperbaiki sistem dan basis perpajakan.
“Tantangannya memang tidak mudah, sebab kita dihadapkan pula dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang belum sepenuhnya kokoh,” ujar dia.
Selaras dengan kebijakan pendapatan, kata Said, dia berharap dapat menghasilkan kebijakan belanja yang lebih berkualitas (spending better) dan mampu memberikan nilai tambah dan multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian.
Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi kebijakan dari K/L sebagai leading sector. Beberapa prioritas belanja yang dilakukan Pemerintah harus mengarah pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meninggikan mutu pendidikan, memperkuat ketahanan pangan, hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur strategis, mendorong dunia usaha, dan membantu UMKM untuk bangkit.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Said, pemerintah juga harus memiliki skala prioritas untuk menyelesaikan persoalan mendasar yang masih dihadapi antara lain kemiskinan ekstrem, stunting, dan wasting. Kebijakan yang melibatkan lintas K/L harus jelas dan terukur tingkat keberhasilannya.
Kita optimis pemerintah memiliki target besar penurunan stunting lebih progresif. Namun kita belum memiliki effort yang seragam dari multi stakeholder strategis. Persoalan stunting bukan hanya tanggung jawab 1-2 K/L saja. Oleh sebab itu, semua K/L harus siap bahu membahu dalam menyelesaiakan persoalan dalam satu irama.
“Kita juga memiliki concern yang kuat terkait dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, karena ini akan menjadi masa depan bangsa,” ujar dia.
Dia menekankan, dukungan anggaran pendidikan 20 persen harus benar-benar bisa dioptimalkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional sehingga mampu menghasilkan SDM yang terampil, terdidik, penuh inovasi, dan punya etos kerja tinggi.
“Lima tahun kedepan kita sudah bisa mengurangi angka pengangguran yang berasal dari sekolah menengah dan vokasi secara signifikan. Kita tidak mau lagi melihat generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET),” tutur dia.