Kamis 01 Aug 2024 10:57 WIB

Senasib dengan McDonald's, Penjualan Starbucks di Seluruh Dunia Turun

Saham Starbucks (SBUX) telah turun 19 persen hingga pertengahan tahun ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Erik Purnama Putra
Pelanggan membuang gelar yang bisa didaur ulang di kedai Starbucks di Arizona, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Ross D. Franklin
Pelanggan membuang gelar yang bisa didaur ulang di kedai Starbucks di Arizona, Amerika Serikat.

EKBIS.CO,  NEW YORK -- Senasib dengan McDonald's, raksasa kopi asal negeri Paman Sam, Starbucks juga mengalami penurunan penjualan secara global dalam setahun terakhir. Penurunan total laba bersih sebesar satu persen pada kuartal II 2024 yoy menjadi 9,1 miliar dolar AS atau setara Rp 149 triliun. Meskipun sebenarnya terjadi peningkatan sebesar 6 persen dari kuartal sebelumnya .

Penjualan global yang sejenis juga turun tiga persen dibarengi dengan jumlah pengunjung turun lima persen. Data itu merupakan penurunan penjualan Starbucks pada kuartal kedua berturut-turut. Starbucks juga menghadapi persaingan yang lebih ketat di segmen kopi siap saji AS, terutama dari operator kopi drive thru yang berkembang pesat

Dikutip dari CNN News, tercatat total transaksi di toko-toko Amerika Utara yang buka setidaknya selama setahun turun enam persen pada kuartal tersebut. Penurunan ini dibarengi dengan harga kopi yang terlalu mahal di tengah kondisi inflasi

Lantaran harga minuman kopi yang mahal, membuat konsumen yang membeli minuman serta makanan di Starbucks semakin berkurang. Terlebih pesaing Starbucks banyak juga yang melakukan berbagai inovasi dengan menyediakan layanan pesan-antar dan meningkatnya jaringan kopi drive-thru.

"Konsumen yang lebih memperhatikan biaya, mereka mencari tempat lain atau sekadar melakukan sesuatu di rumah. Ada juga lebih banyak persaingan dari beberapa jaringan kedai kopi drive-thru, seperti Dutch Bros," kata RJ Hottovy, seorang analis di Placer.ai dikutip dari CNN News, Kamis (1/8/2024).

Biasanya, saham Starbucks (SBUX) naik lebih dari 2 persen dalam perdagangan setelah jam kerja. Namun, berkat inflasi, saham Starbucks telah turun 19 persen hingga pertengahan tahun ini.

CEO Starbucks Laxman Narasimhan mengatakan dia "tidak puas" dengan kinerja perusahaannya pada beberapa tahun terakhir. Ia menegaskan akan segera meembuat startegi agar dapat mendorong pertumbuhan dan efisiensi biaya di seluruh toko milik perusahaan di AS.

"Kami terus menghadapi pembelanjaan konsumen yang lebih hati-hati dan persaingan yang semakin ketat. Tahun lalu, perluasan toko yang belum pernah terjadi sebelumnya dan perang harga segmen massal dengan mengorbankan persaingan dan profitabilitas," kata Narasimhan dikutip Kamis (1/8/2024).

Selain harga kopinya yang mahal, Starbucks juga merupakan salah satu dari merek asal Amerika Serikat yang menghadapi penolakan atau reaksi keras karena dituduh berafiliasi dengan Israel.

Starbucks yang berkantor pusat di Seattle mencatat adanya hambatan di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan beberapa bagian Eropa, yang disebabkan oleh aksi boikot tersebut. Namun, penjualan tetap berjalan positif di Jepang dan Amerika Latin yang diklaim merupakan pasar yang memiliki kekuatan yang signifikan.

Di tengah kondisi penjualan yang melambat, Starbucks akan terus berekspansi secara global, dengan menambah 526 gerai baru sehingga mencapai 39.477 lokasi di 86 pasar. Jaringan kedai kopi ini membuka 130 dan 213 gerai baru di AS dan China, dengan pasar-pasar tersebut mencakup 61 persen dari total gerai globalnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement