EKBIS.CO, JAKARTA – Indonesia memasuki usia ke-79 tahun pada 17 Agustus 2024. Berbagai pencapaian ataupun kemunduran atas keberjalan perekonomian Indonesia hingga sejauh ini patut dievaluasi.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri menilai ada sejumlah capaian yang memang patut disyukuri. Diantaranya perkembangan gross domestic product (GDP) per kapita meningkat hingga 85 kali serta banyaknya kemajuan fisik di berbagai kota.
Selain itu juga tertanganinya sebagian masalah ekonomi seperti pengendalian penduduk. Dengan perhitungan pertumbuhan penduduk 2 persen per tahun, semestinya jumlah penduduk mendekati 470 juta, namun bisa dikendalikan saat ini di angka sekitar 280 juta. Lalu, masalah buta huruf tercatat persentasenya di bawah 5 persen, penyakit menular juga tinggal sedikit, dan hampir tidak ada kelaparan yang menyebabkan kematian.
“Kemudian, harapan hidup yang tadinya di bawah 50 tahun, sekarang di atas 72 tahun, kelas menengah atau dalam arti longgar sekarang 40 persen dari jumlah penduduk. Pemilu langsung berjalan dengan tidak banyak korban meski ditengarai ada berbagai kecurangan, berkurangnya konsentrasi uang di Jakarta dari sekitar 75 persen sebelumnya kini di bawah 65 persen,” kata Didin dalam keterangan tertulis kepada Republika, Sabtu (17/8/2024).
Didin juga menilai Indonesia relatif bukan termasuk negara yang miskin dan penuh konflik seperti di Timur Tengah. Meski harus terus didorong pemecahan yang menjadi kekurangannya.
Kendati demikian, Didin juga mencatat sejumlah masalah yang dihadapi Indonesia ketika memasuki usia hampir delapan dasawarsa ini. Diantaranya ketimpangan yang masih buruk, tergambar dari rasio gini pendapatan mendekati 0,5, atau rasio gini pengeluaran menurut data BPS 2015 di angka 0,413 mengalami sedikit penurunan pada 2023 sebesar 0,39.
“Maraknya impor bahan pokok, belum mandiri secara makro finansial, teknologi, pangan, dan energi serta kebijakan. Kurang aktifnya dalam kepeloporan perdamaian dunia. Kemudian, Otda (otonomi daerah) juga belum menyejahterakan,” lanjutnya.
Selain itu, Didin juga mengkritik mengenai masalah politik uang dalam pemilu serta korupsi yang masih marak hingga saat ini. Ia bahkan menyebut bahwa yang paling parah adalah adanya kondisi politik ilegal otoritarian.
“Nampak ada ketegangan antara kemauan untuk keluar dari arah pengelolaan lebih rasional dalam pengelolaan ekonomi dan politik versus tetap ingin mempertahankan status quo, menjelang pergantian kekuasaan,” ujar dia.