EKBIS.CO, JAKARTA -- Air minum dalam kemasan yang asli milik Indonesia, Le Minerale menjadi pilihan utama masyarakat di tengah maraknya gerakan boikot terhadap produk multinasional yang diduga terafiliasi dengan Israel. Temuan ini muncul dari survei terbaru dari GoodStats, sebuah lembaga riset berbasis di Jakarta, bertajuk ‘Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel’ dengan 1.000 responden online kurun 15-28 Juli 2024.
Dari hasil survey ini, Le Minerale menjadi alternatif pengganti utama dengan pencapaian pilihan sebesar 47,4 persen. Menyusul brand pilihan selanjutnya secara berurutan adalah brand Cystaline, Pristine, Cleo, Club, Prima dan Amidis.
Aksi boikot produk pro Israel serta merta membuat konsumen beralih ke produk- produk nasional dengan tren yang stabil. Le Minerale disebut menjadi simbol keunggulan produk lokal di pasar domestik yang dianggap mampu bersaing dan menggantikan produk market leader sebelumnya yang telah lama menjadi top of mind di industri air minum dalam kemasan.
Secara rinci, survei GoodStats menunjukkan bahwa sebanyak 70,2 persen responden mendukung gerakan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel. Dari produk-produk yang diboikot, sebanyak 81,5 persen adalah produk makanan dan minuman.
Managing Editor GoodStats, Iip Aditiya menyatakan hasil survei ini menegaskan keberhasilan Le Minerale dalam mengukuhkan diri sebagai pilihan utama masyarakat.
“Le Minerale menjadi merek AMDK pilihan masyarakat dengan persentase pilihan mencapai 47,4 persen, berhasil menggantikan posisi produk multinasional yang terkena boikot, karena masyarakat semakin percaya pada produk asli Indonesia yang tidak kalah berkualitas,” ujar Iip.
Menurutnya, hasil survei ini mempertegas bahwa Le Minerale juga berhasil mengambil peran sebagai produk pilihan utama masyarakat yang punya komitmen untuk mendukung Palestina.
“Sebagai merek asli milik Indonesia, Le Minerale mendapatkan kepercayaan konsumen yang sejalan dengan pemerintah dan mengecam tindakan Israel terhadap Palestina, sehingga merek ini semakin populer di kalangan masyarakat,” ujarnya.
Sosiolog UIN Sunan Gunung Jati, Dede Syarif menyatakan dukungan masyarakat terhadap gerakan boikot Israel sangat kuat. Hal ini terutama karena adanya pilihan produk alternatif yang tersedia di pasar. Selain itu, Dede juga menjelaskan bahwa gerakan boikot ini turut mendorong masyarakat untuk mengalihkan konsumsinya ke produk lokal.
“Orang akan memilah boikot pada produk yang ada substitusinya. Dan pergeseran ini adalah bukti nyata bahwa konsumen Indonesia semakin menghargai dan bangga dengan produk dalam negeri,” katanya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Dosen Branding dan Komunikasi dari Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto yang menyebutkan bahwa di era saat ini lebih mudah untuk melakukan boikot dibandingkan 10 tahun yang lalu. Sebabnya, karena banyak tersedia pilihan produk pengganti. Dia berharap gerakan boikot Israel dan semua yang terafiliasi terus bergulir di tengah masyarakat.
“Sebabnya, jika gerakan boikot bersifat temporer, alias putus sambung, maka hal itu tidak akan mengirimkan pesan kuat kepada para perusahaan yang produknya terafiliasi Israel,” tegas Algooth.
Menurut Algooth, dukungan publik yang semakin besar terhadap produk lokal, termasuk atas Le Minerale. Ini menjadikan brand lokal bisa mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama dalam persaingan di pasar dalam negeri.
“Gerakan boikot ini tidak hanya menunjukkan solidaritas terhadap Palestina, tetapi juga menjadi momentum bagi produk-produk lokal seperti Le Minerale untuk lebih bersinar di pasar domestik,“ kata Algooth.
Survei GoodStats yan berada dalam naungan Good News From Indonesia ini bertujuan memahami pandangan, sikap, dan tindakan responden terkait fenomena boikot produk yang ditengarai terafiliasi dengan Israel ini. Survei dilangsungkan dengan metode penelitian kuantitatif (Online Survey) dengan margin of error 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Iip menerangkan, sebaran responden survei ini berasal dari Sumatra (15,3 persen), Kalimantan (4,3 persen), Jawa (66,1 persen), Sulawesi (4,5 persen), Bali-Nusa (6,6 persen) serta Maluku-Papua (3,2 persen). Adapun mayoritas tingkat Pendidikan Responden 52,1 persen Diploma/S1 sederajat, lalu 34,4 persen SMA/sederajat dan sisanya S2, SMP dan SD.
Temuan utama dalam survei ini yakni, sebanyak 95,3 persen responden mengaku mengetahui gerakan boikot ini. Sejalan dengan itu, 70,2 persen responden menyatakan dukungannya terhadap gerakan boikot ini.
“Sebagai wujud nyata dukungannya, 77,2 persen responden mengaku menghindari produk terafiliasi Israel hingga saat ini,” jelas Iip.
Adapun faktor terbesar yang mendorong orang Indonesia melakukan boikot adalah solidaritas terhadap Palestina (68,1 persen). Selain itu, lebih dari 60 persen responden mengaku aksi boikot ini mempengaruhi pilihannya dalam berbelanja.