EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat bahwa defisit APBN hingga Agustus 2024 mencapai Rp 153,7 triliun, atau sebesar 0,68 persen dari PDB. Penerimaan negara yang turun jadi penyebabnya.
“Tahun ini defisit didesain pada Rp 522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB. Jadi, dalam hal ini (defisit pada Agustus sebesar) 0,68 persen masih di dalam track untuk APBN 2024,” ujar Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin.
Defisit tersebut salah satunya terjadi karena penerimaan negara yang menurun 2,5 persen year on year (yoy) menjadi Rp 1.777 triliun, sementara realisasi belanja pemerintah berjalan on track mencapai 58,1 persen dari pagu, atau Rp 1.930,7 triliun.
Pendapatan negara per Agustus 2024 tercatat sebesar Rp 1.777 triliun, atau sebesar 63,4 persen dari APBN. Pencapaian tersebut menurun 2,5 persen dari tahun lalu.
Penerimaan pajak menurun 4 persen menjadi Rp 1.196,5 triliun, sementara penerimaan kepabeanan dan cukai naik 6,8 persen menjadi Rp 183,2 triliun.
Tidak hanya penerimaan pajak yang menurun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menyusut 4,8 persen menjadi Rp 383,8 persen.
Sedangkan realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.368,5 triliun atau 16,9 persen dari APBN, yang digunakan sebesar Rp 703,3 triliun untuk belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan senilai Rp 665,2 triliun untuk belanja non-K/L.
Realisasi belanja negara juga telah disalurkan dalam bentuk transfer ke daerah sebesar Rp 562,1 triliun per Agustus 2024. Sementara pembiayaan anggaran atau utang tercatat sebesar Rp 291,9 triliun, naik 81,2 persen yoy.
Meskipun begitu, Sri Mulyani mengatakan bahwa posisi keseimbangan primer masih dapat terjaga surplus Rp 161,8 triliun.
“Meskipun surplus, ini kalau dibandingkan tahun lalu memang mengalami penurunan (sebesar 61,7 persen). Namun, ini masih surplus yaitu Rp 161,8 triliun,” ujarnya.