EKBIS.CO, JAKARTA – Indonesia masih mempertimbangkan keanggotaan dalam organisasi BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Keputusan ini masih menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto.
"Itu sesuai arahan Bapak Presiden. Sebagai negara nonblok, kita (Indonesia) harus memonitor dan menjajaki semua blok," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato saat ditemui di kantornya, Selasa (22/10/2024).
Saat ditanyakan apakah Indonesia akan hadir dalam pertemuan BRICS yang sedang berlangsung, Airlangga masih belum bisa memastikan, termasuk kehadiran Presiden Prabowo Subianto.
"Kemungkinan ada, karena beberapa waktu lalu, pertemuan dari segi partai politik ada yang hadir. (Kehadiran Prabowo) belum ada kepastian," ungkap Airlangga.
Sebelumnya, Jumat (19/7/2022), Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto R. Suryodipuro mengatakan Indonesia masih mengkaji apakah akan bergabung dengan kelompok negara-negara ekonomi berkembang BRICS.
“Indonesia sendiri masih mengkaji mengenai keanggotaan di BRICS. Jadi, jika dikatakan Indonesia menolak bergabung, itu tidak benar; Indonesia masih terus mengkaji,” kata Sidharto di Jakarta, dalam konferensi pers menjelang Pertemuan ke-57 Menlu ASEAN (AMM).
Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Kabinet Indonesia Maju Retno Marsudi mengatakan, keputusan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS ada pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Keputusan akan ada di dalam pemerintahan yang akan datang, tetapi kami terus memberikan masukan kepada presiden terpilih mengenai masalah BRICS ini," kata Retno.
KTT BRICS diselenggarakan di Kazan, Rusia, pada 22 hingga 24 Oktober. BRICS adalah asosiasi antar-pemerintah yang dibentuk pada 2006. Rusia memegang presidensi BRICS pada 1 Januari 2024. Tahun ini dimulai dengan masuknya anggota baru ke dalam asosiasi tersebut — selain Rusia, Brasil, India, China, dan Afrika Selatan, kini juga termasuk Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Kepresidenan BRICS Rusia diadakan dengan motto memperkuat multilateralisme untuk pembangunan dan keamanan global yang adil. Sebagai bagian dari kepemimpinannya, Federasi Rusia akan menyelenggarakan lebih dari 200 acara dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.