Melalui dukungan UEA, lanjut Bahlil, Indonesia dapat mengakselerasi pengembangan sektor energi dengan pemanfaatan teknologi inovatif dan pengelolaan sumber daya mineral secara berkelanjutan. Hal ini merupakan salah satu upaya perwujudan program Asta Cita yang digalakkan oleh Presiden Prabowo, khususnya terkait dengan swasembada energi dan hilirisasi.
"Melalui MSP ini, kita tidak hanya mempererat persahabatan, tetapi menciptakan solusi konkret dalam mengatasi tantangan energi di dalam negeri dan global," ujar Menteri ESDM RI Itu.
Bahlil menyebutkan dengan adanya kerja sama ini dapat mendorong kolaborasi antarbadan usaha dari kedua negara dalam bidang rantai pasok mineral. Didalamnya termasuk pengolahan terintegrasi midstream dan downstream serta manufaktur.
"Kolaborasi ini merupakan bagian dari pengembangan EBT, termasuk inisiatif dekarbonisasi, pengurangan emisi, dan pengembangan kegiatan migas meliputi hulu dan hilir dengan mendorong teknologi dan inovasi rendah emisi," ujarnya, menambahkan.
Secara detail, implementasi kerja sama yang tertuang dalam MSP, meliputi sharing knowledge terkait kebijakan, strategi dan peraturan, membuka peluang pembiayaan dalam proyek Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS) dan pengembangan teknologi inovatif untuk biofuel dan hidrogen, serta meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia dalam bidang energi. Bahlil menilai perluasan kerja sama ini selaras dengan visi besar Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions pada 2060. Pemerintah optimistis, dukungan dari UEA dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci di sektor energi global.
Dengan ditandatanganinya MoU ini, Indonesia dan UEA menegaskan komitmen untuk tidak hanya beradaptasi dengan perubahan zatetapi juga memimpin transformasi energi yang berkelanjutan dan inklusif. Menurut Menteri ESDM, ini tentang legacy sektor energi, yang diwariskan untuk generasi mendatang.