EKBIS.CO, JAKARTA -- Perekonomian Korea Selatan (Korsel) menghadapi ‘risiko penurunan’ akibat ketidakpastian di dalam dan luar negeri, meskipun ada tanda-tanda inflasi yang stabil. Hal itu disampaikan oleh Kementerian Keuangan pada Jumat (13/12/2024), berbeda dengan penilaian bulan sebelumnya yang menyatakan ‘pemulihan bertahap’.
Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korsel membuat penilaian dalam laporan ekonomi bulanannya, Buku Hijau, yang dirilis sekitar seminggu setelah deklarasi darurat militer jangka pendek oleh Presiden Yoon Suk Yeol memicu volatilitas pasar yang signifikan.
“Kekhawatiran tumbuh atas meningkatnya risiko penurunan ekonomi Korea Selatan, termasuk kontraksi sentimen ekonomi di antara rumah tangga dan bisnis karena meningkatnya ketidakpastian di dalam dan luar negeri,” kata laporan tersebut, dikutip dari Korea JoongAng Daily, Ahad (15/12/2024).
Penilaian terbaru tersebut menyusul laporan bulan November, di mana Kementerian Keuangan telah melunakkan istilah ‘pemulihan’ menjadi ‘pemulihan bertahap’. Buku Hijau bulan lalu juga mengecualikan frasa ‘tanda-tanda pemulihan permintaan domestik’ untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan.
Kementerian Keuangan menambahkan bahwa meskipun ekonomi global menunjukkan tanda-tanda pemulihan, risiko geopolitik menciptakan lingkungan perdagangan yang tidak pasti.
Pemerintah secara aktif berupaya untuk menegakkan kredibilitas Korsel dengan mendorong koordinasi antarlembaga yang dipimpin oleh pertemuan menteri terkait ekonomi, laporan tersebut menambahkan.
Menurut laporan tersebut, Korea menambah 123 ribu pekerjaan baru pada tahun ini pada November, dengan tingkat pengangguran mencapai 2,2 persen, turun 0,1 poin persentase selama periode yang disebutkan.
Adapun, harga konsumen, pengukur utama inflasi, naik 1,5 persen secara tahunan pada November setelah kenaikan 1,3 persen pada Oktober. Pada Oktober, produksi industri Korsel turun 0,3 persen dari bulan sebelumnya, dan penjualan eceran, pengukur pengeluaran swasta, turun 0,4 persen.
Investasi fasilitas mengalami penurunan yang lebih tajam pada Oktober, jatuh 5,8 persen dari bulan sebelumnya yang sebagian besar disebabkan oleh kemerosotan di sektor konstruksi.