JAKARTA--Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hassan, akan mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan yang berisi permohonan pembebasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kayu bulat (log). Alasannya, saat ini banyak pasokan log yang berasal dari hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat.
''Konsep suratnya sudah saya selesaikan dan tinggal diajukan ke Menkeu,'' ujar Menhut di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menhut melanjutkan, pemberlakuan PPN log akan berakibat makin tidak kompetitifnya produk hutan rakyat di pasaran. Padahal, hasil hutan rakyat secara signifikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengelola hutan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat ini sasaran akhir pemerintah,'' cetusnya.
Surat permohonan pembatalan PPN log dipicu keberatan kalangan bisnis sektor kehutanan terkait pemberlakukan UU No 42/2009 yang mengatur tentang PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Ketua Umum Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI), Sudradjat Dp, mengatakan, pengenaan PPN 10 persen terhadap kayu bulat dan hasil hutan bisa menekan daya saing produk hasil hutan. ''Hal ini jelas tidak adil,'' imbuh Sudradjat.
Sudrajat menerangkan, sebelum pemberlakukan UU 42/2009, log dan sejumlah komoditas hasil hutan seperti rotan, bambu, getah pinus tidak masuk dalam daftar barang mewah. Komoditas hasil hutan tersebut dikategorikan sebagai barang strategis. ''Sehingga bebas dari PPN,'' ujar Sudradjat.
Kecelakaan pengenaan PPN log terjadi lantaran dalam UU 42/2009, yang merupakan perubahan dari UU 18/200 tentang Perubahan Kedua atas UU 8/1983 tentang PPN dan PPnBM, ada penghapusan Pasal 4A.
Pasal 4A UU 18/2000 adalah payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7/2007 tentang impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
Dalam PP 7/2007, kayu bulat masuk dalam kategori barang strategis yang bebas dari pengenaan PPN.
''Kekisruhan legislasi inilah yang kemudian memancing reaksi dari kalangan bisnis sektor kehutanan. Masalahnya ada jenis barang lain dengan karakteristik yang sama justru bebas PPN,'' papar Sudradjat.
Sudrajat menambahkan, MPI bahkan sudah melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera merespons kondisi tersebut.
Direktur Utama Perum Perhutani, Upik Rosalina Wasrin, menyatakan, pengenaan PPN untuk kayu bulat kontraproduktif dengan gerakan penanaman pohon massal.
Alasannya, pengenaan PPN log akan menekan harga kayu yang diproduksi masyarakat yang pada akhirnya menurunkan minat masyarakat menanam pohon. ''Padahal kami sedang mendorong masyarakat untuk melakukan penanaman dengan menjadi pembeli siaga, tapi malah dikenakan PPN. Kayu bulat itu belum diproses dan belum ada pertambahan nilai,'' ucap Upik.
Perhutani saat ini memiliki program pengembangan hutan rakyat seluas dua juta hektare di Pulau Jawa. Salah satu skema yang dijalankan adalah menjadi pembeli siaga untuk kayu rakyat, sehingga harga kayu rakyat menjadi menarik dan mendorong masyarakat untuk melakukan penanaman.