EKBIS.CO, CILACAP--Rencana pembangunan PLTU Cilacap II di Desa Bunton Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap atau PLTU Bunton menghadapi banyak kendala. Setelah tersandung kasus korupsi dalam proses pembebasan tanahnya, rencana pembangunan PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara ini juga dihadapkan penolakan warga, terutama dari kalangan nelayan.
Pernyataan sikap penolakan pembangunan PLTU ini, diutarakan kelompoknelayan PPSC (Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap). Ketua kelompok nelayan PPSC, Srigito, mengatakan penolakan nelayan PPSC dilandasi dampak yang ditimbulkan dari keberadaan PLTU Cilacap I yang ada di Desa Karangkandri.''Keberadaan PLTU Karangkandri itu saja sudah sangat merugikan nelayan. Apalagi bila kelak ada satu PLTU lagi,'' katanya, Ahad (23/5).
Dia menyebutkan, kerugian yang dialami nelayan bukan disebabkan oleh pengoperasikan PLTU itu sendiri. Tapi dari aktivitas kapal tongkang pengangkut batubara di perairan Cilacap. Saat menunggu proses bongkar muatan di DUKS (Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri) PTLU Karangkandri, seringlai ada lima hingga tujuh kapal tongkang membuang jangkar di perairan Cilacap.
Dia menyebutkan, selain antrian kapal tongkang di perairan Cilacap sangat mengganggu antivitas nelayan yang sedang menangkap ikan, batubara yang diangkut kapal tongkang juga banyak yang tumpah di perairan tersebut. 'Tumpahan batubara di perairan Cilacap membuat ikan yang semula banyak berada di perairan Cilacap, makin berkurang. Karena itu, ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Cilacap ini, dari waktu ke waktu menjadi makin menurun,'' kata Srigito.
Dia menyebutkan, keluhan nelayan terhadap dampak lingkungan yang diakibatkan aktivitas kapal tongkang batubara ini, bukan hanya berasal dari kelompok nelatan PPSC saja. Tapi juga dari tujuh kelompok nelayan lain di Cilacap. ''Sebelum ada PLTU Karangkandri, tangkapan kami bagus dan masa paceklik juga paling banter tiga bulan. Tapi setelah PLTU tersebut beroperasi, musim paceklik bisa berlangsung sampai tujuh bulan,'' katanya.
Penegasan serupa juga dikemukakan Ketua Kelompok Tegalkatilayu, Kamto. Menurutnya, sebelum ada PLTU Karangkandri, nelayan Cilacap sudah cukup mendapat banyak ikan dari penangkapan di wilayah perairan yang kini menjadi jalur antrian kapal tongkang batubara. ''Tapi setelah lokasi itu dipenuhi antrian tongkang batubara, untuk mendapat ikan dalam jumlah memadai, kami harus melaut lebih jauh lagi dari garis pantai,'' katanya.
Ketua HNSI Cilacap, Indon Cahyono, membenarkan bahwa sebagian besar nelayan Cilacap, menolak rencana pembangunan PLTU Bunton. ''Kami paham, bahwa proyek PLTU di Cilacap, merupakan proyek nasional untuk kepentingan masyarakat luas. Namun mestinya, proyek nasional tersebut tak sampai merugikan kepentingan nelayan,'' katanya kepada //Republika//, Ahad (23/5).
Untuk itu, kata Indon, bila memang pemerintah hendak melanjutkan pembangunan proyek PLTU Cilacap II atau PLTU, hendaknya pemerintah membenahi dulu proses pemasokan kebutuhan batubara di PLTU Karangkandri. ''Selama prosesnya masih merugikan nelayan, maka kalangan nelayan pasti akan menentang pembangunan PLTU Bunton,'' tegasnya.
PLTU Bunton itu sendiri, rencananya akan memiliki kapasitas produksi daya listrik sebesar 2 kali 300 megawatt (MW). Sama dengan kapasitas produksi PLTU Karangikandri. Sedangkan nilai proyek fisiknya, mencapai Rp 1,89 triliun.