EKBIS.CO, JAKARTA--Selain menggencarkan sosialisasi penggunaan elpiji tiga kilogram, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menilai perlu memperketat dan mengawasi distribusi paskan. Pasalnya, praktek pengoplosan kian marak setelah harga elpiji non-subsidi dinaikkan.
Menurut Direktur Industri Logam Kemenperin, I Putu Suryawirawan, Bareskrim (Badan Reserse Kriminal Polri) telah menyebutkan bahwa dari 40 insiden ledakan tabung gas yang terjadi pada 2010, 13 kasus terjadi pada tabung elpiji tiga kilogram. "Pada awal program konversi dilakukan, saat harga elpiji kemasan tiga dan 12 kilogram masih sama, persentase kecelakaan akibat kebocoran gas sangat kecil," katanya ketika dihubungi, Selasa (27/7).
Akibat perbedaan harga yang mencolok, kata Putu, kegiatan pengoplosan makin kerap dilakukan. Saat ini, elpiji non-subsidi ukuran 12 kilogram dijual seharga Rp 5.850 per kilogram sedangkan ukuran 50 kilogram seharga Rp 7.355 per kilogram. Padahal, elpiji subsidi ukuran tiga kilogram dijual hanya seharga Rp 4.500 per kilogram. "Karena itu kegiatan pengoplosan harus diberantas dengan memperketat distribusinya," katanya.
Praktik pengoplosan, Putu menjelaskan, akan merusak struktur katup pada tabung, baik yang bertipe subsidi maupun non-subsidi. Kerusakan katup ini pada akhirnya akan merusak struktur regulator yang berpotensi menjadi pangkal kebocoran elpiji. "Laporan Bareskrim tentang kecelakaan akibat kebocoran elpiji mengindikasikan ledakan bukan karena kualitas tabung tapi karena banyaknya praktik pengoplosan dari elpiji ukuran tiga kilogram ke 12 atau 50 kilogram," ucapnya.