EKBIS.CO, SOLO---Pertumbuhan ekonomi mikro masih tergolong rendah, paling tidak hingga 2010. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya angka pertumbuhan industri kecil menengah (IKM) yang hanya 4 persen. Karenanya, IKM baru dapat menyumbang 30 persen produk domestik bruto (PDB) industri.
Dirjen IKM, Kementerian Perindustrian RI, Fauzi Aziz, dalam kunjungan di Lojigandrung Solo, Sabtu (26/8) mengunngkapkan, saat ini telah ada 40 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), namun pertumbuhannya masih belum signifikan mempengaruhi PDB. “Pertumbuhan ekonomi mikro sekarang belum terlihat, sehingga saatnya untuk membangun ekonomi mikro untuk jadi pendukung ekonomi makro, “ ujarnya.
Fauzi menargetkan dalam sepuluh tahun ke depan, ekonomi mikro dapat tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional, yakni sekitar 9 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, diharapkan ekonomi mikro dapat menyumbang 40 persen PDB.
“Sumbangan ke PDB dari sektor IKM sekarang baru sekitar 30 persen dari total PDB industri. Sisanya yang 70 persen masih disumbang industri besar. Untuk 10-15 yang akan datang, paling tidak IKM harus bisa menyumbang 40 persen PDB industri,“ ujarnya.
Ia mengakui, IKM Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan untuk dapat berkembang. Fauzi menjelaskan kekuatan tersebut terletak pada sistem yang sudah terhubung (link) antara pelaku IKM dan lembaga pendukung.
“Pertautan lembaga penelitian dengan pelaku IKM akan menjadi kekuatan. Daya saing IKM akan terbentuk lagi. Daya saing ini merupakan hal yang esensial untuk IKM di masa depan, “ ujarnya.
Meski demikian, Fauzi mengakui IKM di Indonesia masih belum dapat mengatasi kendala klasik, seperti modal dan pemasaran. Untuk itu, pemerintah akan mengatasi kedua masalah tersebut mengingat produktivitas IKM harus ditingkatkan untuk mengimbangi industri makro.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komda Solo, David R Wijaya, mengatakan kondisi industri mikro khususnya yang berproduksi mebel belum sepenuhnya bangkit dari dampak krisis global. Ia menjelaskan, krisis global telah menurunkan 50 persen permintaan meubel dari pasar Amerika Serikat (AS) dan negara Eropa.
Volume perusahaan pun mengalami penurunan sekitar 20 persen. “Pasar kita yang utama adalah AS dan Eropa, tapi akibat krisis global yang melanda negara-negara tersebut otomatis order turu,“ ujarnya.