EKBIS.CO, JAKARTA--Produksi padi nasional tahun ini diperkirakan meningkat 1,17 persen. Indonesia pun bakal mengalami surplus beras mencapai 5,6 juta ton di akhir tahun 2010.
Namun Angka Ramalan II Badan Pusat Statistik (Aram II BPS) tersebut tak berbanding lurus dengan stok beras yang ada di tangan pemerintah. Stok beras nasional terus menyusut menyusul sulitnya Bulog melakukan pengadaan gabah/beras dari petani.
Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Indonesia, Winarno Thohir, mengungkapkan sulitnya penyerapan gabah/beras oleh Bulog tak terlepas dari kesepakatan petani yang enggan menjual gabah/beras mereka ke pemerintah. “Petani di lapangan sudah banyak yang bersepakat untuk tidak menjual gabah dan beras ke pemerintah. Pemerintah akan ditinggal,” ujar Winarno kepada Republika, Kamis (30/9).
Winarno menjelaskan, sikap petani tidak terlepas dari ulah pemerintah yang tidak mempunyai keberpihakan terhadap petani. Pemerintah tidak ada itikad baik menolong petani saat harga gabah jatuh lantaran kualitas produksi gabah menurun.
Pada musim panen padi periode Maret-April tahun ini, lanjut Winarno, pemerintah mendiamkan petani yang menjerit-jerit mencari pasar gabah/beras mereka. Bulog enggan membeli gabah/beras dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dengan alasan kualitas produksi yang buruk.
Petani pun terpaksa merugi dengan menjual gabah/beras mereka ke tengkulak dan pedagang spekulan. Sebagian petani memilih menyimpan gabah/beras mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kini, Winarno melanjutkan, saat produksi gabah/beras petani sedang bagus-bagusnya, pemerintah kembali tidak melakukan pembelian dengan alasan harga terlampau jauh dari HPP. “Waktu petani minta tolong sudah jerit-jerit pada Maret-April lalu, pemerintah diam. Sekarang saat harga tinggi juga nggak bisa beli malah menyatakan mau impor, sungguh ini menyakitkan petani,” papar Winarno.
Menurut Winarno, jika pemerintah terus menerapkan pola-pola menyederhanakan masalah, semisal melakukan impor jika stok kurang, maka akan selamanya petani menjadi obyek penderita. “Kalau sedikit-sedikit impor untuk pasok kekurangan, semua juga bisa. Jadi dimana keberpihakan pemerintah terhadap petani,” gugatnya.
Winarno pun menyebutkan jargon pemerintah yang ingin meningkatkan kesejahteraan petani hanyalah lips service politik demi mendapatkan dukungan petani. Dikatakan, apabila pemerintah tidak mengubah cara pandang mereka terhadap petani dan terus-menerus memperlakukan petani menjadi obyek penderita, maka petani sudah siap meninggalkan pemerintah sebagai mitra mereka.
Petani akan memperkuat rantai tata niaga gabah/beras yang selama ini sudah terbangun dengan para pedagang atau swasta. “Saat ini terus kita komunikasikan gerakan meninggalkan pemerintah karena petani merasa sudah tidak perlu pemerintah lagi.”