EKBIS.CO, JAKARTA--Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar menyatakan pemerintah telah menutup Master Agreement (MA) PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) antara Pemerintah Republik Indonesia dan perusahaan asal Jepang, yakni Nippon Asahan Aluminium (NAA). Hal itu ditandai dengan berakhirnya MA tersebut pada 31 Oktober 2013 mendatang.
Selanjutnya, pemerintah akan menyampaikan ke pihak Jepang bahwa pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri BUMN telah menyepakati untuk mengakhiri MA. "Sudah selesai Inalum, bahwa kita sudah menutup master agreement, tidak ada masalah lagi. Tinggal nanti kita menyampaikan ke Jepang barangkali bahwa Menteri Keuangan dan Menteri BUMN sudah menyepakati untuk mengakhiri. Ini sudah diakhiri dengan baik, dan tentu kita beri penghargaan untuk kerja sama selama ini supaya manis dengan Jepang," kata Mustafa kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/11).
Sebelumnya diberitakan, pemerintah akhirnya melayangkan surat rekomendasi resmi kepada Otorita Asahan terkait niatannya untuk mengambil alih seluruh kepemilikan saham perusahaan aluminium, PT Inalum. Di mana dalam surat tersebut Kementrian BUMN meminta agar MA antara Pemerintah Republik Indonesia dan perusahaan asal Jepang, yakni Nippon Asahan Aluminium (NAA) diakhiri sesuai dengan masa akhir berlakunya MA itu, yakni 31 Oktober 2013 mendatang.
"Surat rekomendasi tersebut berisikan usulan dari Kementerian BUMN untuk mengambil alih kepemilikan saham di Inalum. Nantinya, pemerintah Indonesia resmi menguasai Inalum sepenuhnya," ungkap Mustafa, beberapa waktu lalu. Diungkapkannya, surat tersebut telah diserakan kepada Otorita Asahan untuk ditindaklanjuti kepada pemilik saham saat ini.
Mustafa menjelaskan, dalam kesepakatan MA itu, terdapat klausul yang menjelaskan, jika tiga tahun menjelang berakhirnya MA nanti, PT Inalum berhak mengajukan perpanjangan masa berlaku MA. Oleh karenanya, lanjut dia, pemerintah memiliki tiga tahun masa persiapan untuk transisi. "Dan kami (Kementerian BUMN), Kementerian Keuangan, sudah membuat surat formal kepada Menkoperekonomian dan Presiden untuk diberi kesempatan, di mana 100 persen saham jadi milik Indonesia," tegasnya.
Saat ditanya soal kebutuhan dana yang disiapkan oleh pemerintah dalam mengambil alih kepemilikan saham Inalum, Mustafa menjelaskan, saat ini auditor perusahaan, yakni Earnst & Young belum memberikan laopran final terkait hasil auditnya.
"Namun, kami telah menginventarisir dan sudah mengukur pendanaan. Mudah-mudahan tercover oleh BUMN. Dari segi teknis dan managemen serta pengalaman puluhan tahun dengan pihak luar, yaitu dengan Pihak Jepang, insya Allah kami mampu mengelola itu. Di samping itu ada BUMN yang hampir sejenis, Antam, yang juga bisa bergabung dan melanjutkan ini," paparnya.
Meski demikian, Mustafa belum dapat menyebutkan kisaran dana yang dibutuhkan untuk melakukan langkah penguasaan saham tersebut. "Kata auditornya mereka sedang dalam proses mengaudit dan butuh tambahan waktu sekitar dua minggu lagi, nanti saya beri tahu," tukasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN, Irnanda Laksanawan menjelaskan, sikap resmi pemerintah itu sesuai aspirasi masyarakat Sumatera Utara dan DPR. "Oleh karenanya, kami mengambil sikap untuk menolak usul perpanjangan periode operasi pabrik peleburan aluminium itu," tegasnya. Setelah ini, lanjut dia, dibutuhkan pembahasan lanjutan terkait sikap tersebut dengan Kemenperin, Kemenkeu, dan Menkoperekonomian.