EKBIS.CO, JAKARTA--Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI) Agus Santoso mengatakan hampir semua pegawai BI di direktorat perbankan menolak untuk pindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jika bentuk lembaga tersebut memisahkan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. "Dari hasil survey IPEBI Maret lalu sebanyak 76,98 persen menyatakan menolak bergabung dengan OJK, 14,3 persen bersedia dan sisanya 9,89 persen memilih pensiun dini," kata Agus di Jakarta, Kamis (2/12).
Menurut dia, penolakan untuk pindah ke OJK versi RUU pemerintah itu muncul karena kekhawatiran lembaga itu justru hanya akan menimbulkan masalah baru dalam sistem keuangan nasional. Pembentukan OJK dinilai terburu-buru dan tidak memandang kepentingan ekonomi yang lebih besar.
"Konsep OJK Pemerintah menjadikan lembaga itu punya kekuasaan keuangan yang sangat besar di satu tangan," kata Deputi Direktorat Bidang Hukum BI ini. "Kita tidak mau karena negara menjadi sangat riskan dengan lembaga otoritas baru itu."
Agus berpendapat pembentukan OJK didasarkan pada kelemahan dalam pengawasan perbankan di BI. Dengan demikian, lanjut dia, maka OJK juga seharusnya tidak perlu mengambil pegawai dari BI.
"Seolah-olah tugas pengawasan perbankan di BI jelek sehingga perlu dibentuk OJK, tetapi kami diminta 'bedhol desa' ke OJK. Untuk apa kalau kerja-kerja kami di bidang pengawasan dianggap buruk," katanya. Ia juga berpendapat penyatuan pegawai BI dan Kemenkeu di OJK tentunya akan menimbulkan masalah karena berasal dari budaya dan sistem kerja yang sangat berbeda selama ini.
"Pemerintah dan DPR terlalu berani mengambil resiko dan terkesan coba-coba dengan OJK. Sementara tidak ada jaminan kita tidak terkena krisis keuangan dengan adanya OJK. Jadi kami menolak pindah ke OJK karena tidak mau menjadi masalah baru dalam negara ini," katanya.
Agus mengatakan pada Kamis pagi ini, pihaknya dipanggil Pansus OJK untuk menjelaskan pendapat IPEI mengenai rencana pendirian OJK yang juga akan memindahkan tugas pengawasan perbankan yang selama ini dikerjakan BI ke OJK. Dalam pertemuan itu, dirinya menyampaikan penolakan pegawai BI untuk pindah ke OJK versi RUU Pemerintah dan mendukung OJK yang bisa memperkuat institusi BI dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga inflasi yang rendah.
"Kami sangat menghargai Pansus yang telah memanggil dan mendengar pandangan kami. Semoga itu dipahami dalam proses penyusunan bentuk koordinasi yang tepat dalam membangun sistem keuangan nasional, karena yang kami tolak adalah OJK yang disusun bukan atas dasar kebutuhan nyata yang urgensinya jelas," katanya.
Agus mengatakan kinerja pengawasan perbankan sampai saat ini menurut beberapa lembaga internasional sudah berjalan baik. Sehingga seharusnya Pemerintah tidak perlu mengeluarkan tugas pengawasan dari BI.
Mengenai batas waktu mandat pembentukan OJK yang akan habis pada akhir Desember ini dan pembahasan RUU OJK diperkirakan akan memakan waktu lebih panjang, Agus berpendapat sebaiknya DPR dan Pemerintah tidak memaksakan OJK terbentuk karena bila ada kekurangan dalam pasal-pasalnya justru akan merugikan Pemerintah sendiri. "RUU OJK sebaiknya tidak dipaksakan untuk mengejar target atau keinginan saja, RUU seharusnya dikerjakan sesuai kebutuhan nyata untuk kepentingan masyarakat banyak," katanya.