EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah membantah Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan diberikan merupakan kebijakan yang tidak tepat. Pasalnya, dengan adanya KUR ini, bukan hanya seorang TKI mendapatkan KUR, tapi TKI tersebut juga sudah mengenal aksesibilitas dengan perbankan.
"Kan remittance-nya melalui perbankan, dia tahu persis berapa utangnya ketika dia teken. Dan dia pegang karena dia teken. Dan ini akan dicicil selama tiga tahun, selama bekerja, atau selama dua tahun," kata Menko Perekonomian, Hatta Rajasa sebelum Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jumat (17/12).
Sehingga, tambah Hatta, TKI tersebut setiap bulan tetap mendapatkan gaji dan tidak ada lagi potongan di sana. "Apa itu bukan membantu namanya," tanya Hatta.
Sebab, ujar dia, dari data menunjukkan seringkali TKI tidak tahu berapa jumlah hutangnya. Sehingga ketika dia tiba di tempat bekerjanya di luar negeri, majikan mengatakan bahwa dirinya selama sepuluh bulan tidak mendapatkan gaji. Hal itu disebabkan karena si majikan tersebut mengaku sudah membayarkan berbagai macam biaya, sementara si TKI tersebut tidak tahu-menahu. "Itulah yang mengakibatkan kenapa suka ada masalah," tegasnya.
KUR TKI ini pun ada plafon-plafonnya, seperti aturan KUR pada umumnya. "Jadi kan kita lihat berapa sih pergi ke Arab atau Malaysia, misalkan Rp 3 juta atau Rp 4 juta, informal dan formal beda, itu nanti ada plafonnya di situ," katanya. Jadi, ia kembali menjelaskan, bahwa plafonnya akan berbeda-beda sesuai dengan negara tujuannya. Ia kemudian mencontohkan bahwa, plafon yang diberikan untuk TKI dengan tujuan Malaysia plafonnya Rp 6 juta untuk sektor formal.
Hatta juga menjelaskan, KUR yang akan diberikan itu juga bukan berarti menggantikan perlindungan. "Perlindungan kan tetap harus. Wajib hukumnya WNI diberikan perlindungan, apapun dia di luar negeri. Jadi ada urusannya sendiri, MoU harus ada, perlindungan harus ada, diperbanyak yang memantau di sana. Itu kerjaannya Mennaker," tutup dia.