EKBIS.CO, JAKARTA--Peghematan anggaran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ditaksir berkurang sekitar Rp 300-400 miliar di dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN) 2011. Pasalnya, implementasi kebijakan pembatasan BBM yang tadinya diperkirakan akan dilaksanakan pada 1 Januari 2011 diundur hingga kuartal-I 2011 mendatang.
Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo menuturkan, dampak perubahan implementasi pembatasan BBM bersubsidi dari Januari ke April 2011 memang mengakibatkan perubahan estimasi penghematan. "Saya belum hitung detailnya, tapi perubahannya kelihatannya tidak banyak yang pasti memang ada penurunan. Mungkin sekitar Rp 300-400 miliaran," paparnya akhir pekan lalu.
Evita menuturkan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan draft Peraturan Presiden (perpres) tentang pemberlakuan pembatasan BBM bersubsidi. "Saat ini draftnya sudah final, mudah-mudahan awal tahun sudah bisa disahkan," tukasnya.
Sementara itu, kelompok kerja (pokja) pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi juga dibentuk. Pokja itu berisikan para pemangku kepentingan dari pihak-pihak yang berkaitan langsung dari adanya pemberlakuan pembatasan BBM bersubsdi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh menjelaskan, pokja itu bertanggung jawab terhadap fungsi kelembagaan masing-masing. "Pokja itu terdiri dari, pokja operasi, pokja pengawasan, pokja sosialisasi, pokja regulasi, dan pokja sosial ekonomi," tuturnya.
Darwin mencontohkan, pokja operasi yang akan bertanggung jawab adalah Pertamina sebagai operator, pokja pengawasan ditugaskan kepada BPH Migas, di mana di dalamnya terdapat unsur perangkat penegak hukum seperti, Kepolisian, TNI AL dan lainnya. "Pokja sosialisasi dan regulasi diserahkan kepada Kementerian ESDM," paparnya.
Selain itu, sambung dia, terdapat juga pokja sosial ekonomi dipimpin langsung Bappenas. Di dalam Pokja sosial ekonomi terdapat unsur-unsur anggota ESDM, Badan Pusat Statistik (BPS), dan departemen teknis terkait yang bertanggung jawab dari adanya imbas penerapan kebijakan tersebut seperti Departemen pertanian, UMKM, Departemen Kelautan dan Perikanan, Perhubungan dan Perindustrian.
"Yang jelas, kami ingin agar pengawasan betul-betul berfungsi. Supaya berfungsi baik perlu langkah preventif, pencegahan, pelaksanan tegak hukum dan untuk itu akan ada penyempurnaan peraturan terkait," tukas Darwin.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, sebenarnya opsi pembatasan BBM bersusidi nilai penghematan yang diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. "Jika dilihat, opsi menaikkan harga BBM premium secara bertahap Rp 200-Rp 300 per liter itu lebih mampu menghemat subsidi sekitar Rp 7 triliun-Rp 11 triliun dibandingkan dengan pembatasan BBM bersubsidi," tegasnya.
Seperti diketahui, dengan adanya pembatasan BBM bersubsidi ada dampak kumulatif sampai akhir 2011 nanti adalah sebesar Rp 3,8 triliun, dengan kuota BBM subsidi pada APBN 2011 yakni premium 23,9 juta kiloliter (Rp 40,54 triliun) dan solar mencapai 13,08 juta kiloliter (Rp 29,3 triliun), melalui mekanisme pengaturan atau pembatasan, akan dapat menghemat sampai dengan total 2,11 juta KL mencakup premium dan solar dengan jumlah angka Rp 3,8 triliun di akhir tahun 2011.
Langkah pembatasan BBM bersubsidi ini, penghematan anggarannya akan direalokasikan untuk program pro-rakyat sektor energi, seperti pembangunan infrastruktur, ketenagalistrikan, infrastruktur pasokan gas bumi dan infrastruktur energi di Indonesia Timur.