EKBIS.CO, JAKARTA--Ekonom Drajad Hari Wibowo mengungkapkan ada praktik tidak sehat dalam penyerapan anggaran. Hal itu melihat penyerapan anggaran per akhir november 2010 yang masih 72,6 persen. Sementara Posisi per 23 Desember adalah 83,1 persen. "Jadi selama 3 minggu lebih penambahan penyerapan anggaran adlh 10,5 persen. Praktek ini saja sudah sangat tidak sehat karen idealnya penyerapan anggaran per bulan itu stabil pada kisaran 7,7- 8,7 persen," ujar Drajad dalam pesan singkatnya, Selasa (28/12).
Menurutnya, pada kisaran ini belanja APBN lebih optimal mendorong pembangunan karena tidak menumpuk pada akhir masa anggaran. Efek inflatoir bisa diminimalkan, dan efektifitas dana bisa maksimal. Karena program-program dan proyek-proyek tidak dilakukan secara 'kejar tayang'. "Kalau 8,7-9,7 persen saja sudah merupakan 'manajemen APBN yang tidak sehat' maka di atas 9,7 persen dalam sebulan jelas sekali sangat tidak sehat," jelasnya.
Apalagi, kata dia, kalau 'kejar tayang' tersebut digenjot hingga 11,9 persen dalam kurun waktu seminggu antara 23 Desember hingga akhir tahun. Itu artinya Rp 134 triliun harus dibelanjakan dalam seminggu oleh birokrasi negara. "Dengan selang ideal 7,7-8,7% saja sudah banyak korupsi, apalagi 11,9 persen atau Rp 134 tirliun dalam seminggu," terangnya.
Sebaiknya, usul Drajad, kemenkeu jangan memaksakan mengejar target 95 persen. Kalau memang anggaran itu tidak terserap dengan baik. "Ya sudah biarkan jadi SAL. Kurangi penerbitan SUN dan jadikan APBN tahun 2010 sebaga tahun 'surplus anggaran'. Kalau dipaksakan, pencairan anggaran nanti hanya di atas kertas saja. Para pimpro hanya mengejar agar dana tidak hangus. Uang menumpuk, realisasi proyek dan program menjadi asal-asalan. Calo-calo anggaran akan pesta pora," paparnya.
Menurutnya menggenjot Rp 134 triliun dalam seminggu itu sangat merusak dan tidak sesuai dengan konsep good governance. Lebih baik dijadikan SAL dan lalu dipakai beberapa. Yakni, pertama, mengurangi SUN 2011. Kedua, mempercepat pembayaran utang.
Ketiga, penyertaan modal kepada BUMN dan semi-BUMN untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti merenovasi total bandara atau percepat pembangunan jalan kereta api, atau pembangunan monorel dan subway di Jakarta. Dan keempat cadangan darurat seperti pangan. "Jadi biarkan saja realisasi belanja berada pada sekitar 86 persen," tandasnya.