EKBIS.CO, JAKARTA-–Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aria Bima menilai lambatnya importir gula dalam merealisasikan kewajibannya lebih karena harga gula yang cenderung tidak stabil. Akibatnya para importir takut jika kebijakan impor tersebut ternyata merugikan perusahaan.“Baik di pasar internasional dan domestik, harga gula ini sekarang tengah tidak stabil,” ujar Aria Bima, ketika dihubungi Rabu (5/1).
Aria Bima mencontohkan seperti PT PN melakukan impornya tahun lalu, mereka membeli gula pada saat harga internasional tengah tinggi. Sementara di beberapa provinsi melakukan hubungan kerjasama antar pulau serta ada yang melepas gula rafinasi. Akibatnya harga gula menjadi jatuh.
“Karena itu perlu ada pengendalian supaya harga tidak liar. Minimal jangan sampai merugikan para importir,” jelasnya. Selain itu, pemerintah hendaknya berpikir bagaimana bisa melakukan swasembada.
Soal lambatnya impor gula, menurut Aria, pemerintah hendaknya memberikan batasan waktu. Jika impor itu gagal, lalu langkah apa yang harus dilakukan. “Kita rencananya juga akan panggil menteri terkait seperti BUMN dan Perdagangan untuk menjelaskan masalah ini,” terangnya.
Kementrian Perdagangan akan segera memanggil semua importir gula dalam waktu satu (1) atau dua (2) hari ini. Pemanggilan untuk mengevaluasi pelaksanaan impor gula kristal putih yang terkesan lambat.“Kita akan memanggil semua importir gula untuk mengevaluasi sejauh mana mereka melakukan impor,” ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Rabu (5/1).
Menurut Mendag, saat ini memang ada satu atau dua importir yang sudah melakukan kontrak. Pemerintah pun akan tetap mempelajari sejauh mana kontrak itu dijalankan. Hanya saja, lanjut Mari, hal terpenting bagi pemerintah adalah bagaimana tetap menjaga stok. Apalagi dalam lima bulan pertama ini sudah ada pabrik yang produksi.“Yang penting itu kan stok, jangan lupa lima (5) bulan pertama kita itu sudah ada produksi,” katanya.
Sekedar catatan Impor gula kristal putih seharusnya masuk 1 Januari sampai dengan 15 april 2011. Totalnya mencapai 450 ribu ton. Pelaksanaan Impor dilaksanakan oleh enam (6) importir yaitu PT Perkebunan Nusantara (PT PN) IX sebesar 70 ribu ton, PTPN X 90 ribu ton, PTPN XI 90 ribu ton , PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) 50 ribu, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) 90 ribu ton dan Bulog 60 ribu.
Soal penerbitan izin impor selanjutnya, kata Mendag, akan tergantung dari performace pelaksanaan impor pada tahun. “Bilamana ada importir yang tidak melaksanakan impornya sesuai jatahnya, izin impor berikutnya tergantung performance sekarang.,” jelas Mari.