EKBIS.CO, NEW YORK--Ketegangan politik, inflasi global, penurunan ketahanan pangan di sejumlah negara dan peningkatan kelaparan terutama di belahan dunia dengan populasi orang miskin, akan memicu kenaikkan harga pangan dunia yang sudah sedemikian tinggi, demikian menurut PBB.
Indeks harga pangan dunia menurut PBB--wadah internasional yang membandingkan antara gandum, jagung, produk susu, daging dan gula--berada dalam posisi tertinggi sejak indeks tahun 1990. Angka itu bahkan melewati puncak selama krisis pangan 2008, yang memicu guncangan di level masyarakat mulai Meksiko hingga Indonesia.
"Kita memasuki wilayah berbahaya," ujar kepala ekonom dari Badan Pangan Dunia (FAO) PBB, Abdolreza Abbassian.
Harga pangan dunia melonjak selama enam bulan terakhir. Gandum hampir dua kali lipat sejak Juni, gula berada di angka tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Namun, dampak terbesar guncangan kenaikkan harga akan dirasakan di negara-negara dunia berkembang di mana kebutuhan pokok jauh lebih besar ketimbangan pendapatan rumah tangga.
Para ekonom memperingatkan bahwa harga-harga 'komoditi lunak' makanan menunjukkan tanda tak stabil. Sereal dan gula di beberapa negara bahkan diprediksi melejit lebih tinggi dalam beberapa bulan kedepan.
Ulah spekulan juga dianggap bagian dari krisis, mengingat investor memanfaatkan kenaikkan harga pangan untuk menarik keuntungan.
Abbasian berkata Badan PBB Juga prihatin dengan aktivits cuaca yang tak bisa diprediksi, yang menurut para pakar terkait dengan perubahan iklim.
Sementara, konsumsi meningkat di kawasan ekonomi yang tengah booming di Asia Timur serta tekanan berlebih dari permintaan tanaman untuk biofule ketimbang pangan, terutama di AS, menambah keterhimpitan pasokan panganan dunia.
Terakhir, peningkatan harga minyak mentah kian menambah kekacauan pangan. Banyak pakar berpendapat lonjakan harga minyak jauh dari menunjukkan tanda-tanda mereda bahkan diprediksi menyentuh angka $100 segera.
OPEC menyatakan, Rabu (5/1) mereka bahagia dengan angka tersebut. Harga minyak lebih tinggi tentu menambah infasi harga pangan karena ongkos transportasi meningkat.
Faktor saling mempengaruhi mulai dari harga minyak, penggunaan biofuel, cuaca buruk dan lonjakan pasar saham melejitkan harga pangan secara dramatis pada 2008, memicu protes penuh kekerasan di Meksiko, Indonesia, Mesir, Kamerun dan Haiti.
Tahun lalu, lonjakan harga terutama terjadi di kawasan dengan kondisi cuaca ekstrim, Rusia dan Ukraina. Namun tren laten yang berkembang kini mengarah ke Asia timur.
Negara-negara miskin dan relatif sedikit memproduksi sumber pangannya adalah yang paling rentan dihantam lonjakan harga pangan dunia. Bangladesh, Maroko, Nigria adalah beberapa negara paling berisiko, demikian menurut periset ekonomi, Nomura.