EKBIS.CO, JAKARTA - Pembebasan bea masuk (BM) untuk 57 pos tarif pangan sejak 24 Januari lalu berpotensi menyebabkan negara kehilangan pendapatan sekitar Rp 1 triliun pada tahun ini. Dalam APBN 2011, pemerintah mematok penerimaan dari pos BM sebesar Rp 17 triliun.
Namun, Direktur Teknis Kepabeanan dan Cukai, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heri Kristiono mengatakan, pemerintah tidak akan merevisi target penerimaan BM. Karena, peluang pertumbuhan nilai perdagangan sekitar 20-30 persen per tahun dapat menutupi potensi kehilangan tadi. Selain itu, penurunan tarif untuk 57 pos ini tak berkontribusi signifikan karena jumlahnya kecil. Total, terdapat 8.715 pos tarif impor.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 241/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif BM atas Barang Impor yang berlaku sejak 22 Desember 2010. Dalam PMK itu, pemerintah menaikkan BM bagi 1.248 pos tarif, termasuk di dalamnya 57 pos tarif bahan pangan pokok. Selama tiga pekan pertama 2011, penerimaan BM dari 57 pos tarif itu sekitar Rp 83 miliar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, penurunan BM ini karena mempertimbangkan dampak anomali iklim terhadap pasokan pangan. "Dalam rangka mengantisipasi dampak ini, Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK nomor 13/2011 tentang perubahan 57 pos tarif yang mencakup produk bahan pangan, bahan baku pakan ternak serta pupuk," katanya dalam jumpa pers, Jumat (28/1).
Selain itu, Bambang mengatakan, pemerintah mengharapkan pembebasan BM pangan ini dapat menggulirkan manfaat yang lebih besar walau mengurangi di sisi penerimaan. Dia mengilustrasikan, pembebasan BM akan berdampak kepada daya beli masyarakat. Bila daya beli masyarakat terjaga, aktivitas ekonomi seperti industri akan tumbuh dan menyumbang penambahan BM di pos tarif yang tidak dibebaskan.
Bambang menjabarkan, PMK nomor 13/2011 mencakup penurunan tarif BM impor gandum, kedelai, bahan baku pakan ternak, dan pupuk. Pembebasan BM impor gandum, kedelai, dan bahan baku pupuk yakni kalium dan fosfat dilakukan karena pasokan komoditas itu memiliki ketergantungan yang besar terhadap produksi luar negeri. "Sedangkan penurunan tarif BM bahan baku pakan ternaknuntuk meningkatkan efisiensi biaya produksi ternak," ucapnya.
Karena itu, kata Bambang, konsep APBN mengacu kepada tujuan menstimulasi perekonomian Indonesia, termasuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Selain itu, penerapan bea dalam perdagangan memiliki dimensi utama menjamin ketersediaan komoditas tertentu di dalam negeri. "Jadi kalau dihadapkan pilihan, tentunya harus mengedepankan bagaimana kesejahteraan masyarakat," katanya.
Heri menyatakan hal yang senada dengan Bambang. Pengenaan BM untuk 57 pos tarif bahan pangan dalam PMK nomor 241/2010 bukan bertujuan menambah penerimaan negara. Melainkan lanjutan program harmonisasi tarif impor yang ditetapkan di 2005 yang sudah disepakati di Tim Tarif. "Kelihatannya waktunya kurang tepat saat harga pangan sedang naik, kalau tidak diambil langkah cepat, inflasi akan menggerus daya beli masyarakat," ucapnya.