EKBIS.CO, JAKARTA - Kemudahan bagi pihak asing untuk menjadi pemilik di bank-bank nasional harusnya diikuti dengan aturan agar bank itu benar-benar bermanfaat bagi perekonomian nasional dan tidak hanya mencari untung semata.
Demikian pendapat pengamat ekonomi Dradjat H Wibowo, Aviliani dan Mirza Adityaswara di Jakarta, Kamis, ketika dimintai komentarnya mengenai meningkatnya kepemilikan asing dalam perbankan nasional yang saat ini sudah menguasai sekitar 40 persen aset perbankan.
"Kepemilikan asing harus diatur agar lebih seimbang, terutama agar pencairan kreditnya harus ditingkatkan," kata Mirza.
Keuntungan yang didapat oleh bank-bank nasional milik asing ini, lanjutnya juga sebaiknya diarahkan pada pengembangan usaha bank itu seperti membuka cabang baru sehingga kredit yang disalurkan bank tersebut juga terus bertumbuh.
Sementara Aviliani menilai masuknya pihak asing ke dalam perekonomian Indonesia sebenarnya tidak menjadi masalah jika tidak mempengaruhi jantung perekonomian dan tidak mengganggu kebutuhan rakyat banyak.
"Namun masalahnya perbankan merupakan jantung perekonomian nasional saat ini, sehingga kalau tidak diperkecil batas kepemilikan asing bisa mengganggu ekonomi kita. Sekarang sudah 40 persen aset perbankan yang dimiliki asing, dan kalau tidak dikurangi jumlahnya akan terus bertambah," katanya.
Aturan mengenai bolehnya pihak asing memiliki saham bank di Indonesia hingga 99 persen diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 29/1999 mengenai pembelian saham bank umum yang dikeluarkan oleh Presiden BJ Habibie pada Mei 1999.
Drajat H Wibowo menilai sulit untuk mengubah aturan dalam PP tersebut meski berbagai pihak menilai kepemilikan asing yang sangat besar tidak menguntungkan perekonomian nasional.
"Untuk mengubah PP itu pasti prosesnya akan panjang. Keberadaan asing di perbankan nasional harusnya menjadi pemicu dan pendorong kemajuan bank-bank BUMN. Pemerintah harus menaikkan modal bank-bank BUMN dengan berbagai cara agar perekonomian bisa terdorong," katanya.
Namun, menurutnya jika tuntutan menurunkan batas kepemilikan asing di perbankan cukup besar, yang bisa dilakukan diawal adalah mengubah UU Nomor 10/1998 mengenai Perbankan yang banyak memuat tentang liberalisasi perbankan meski tidak secara langsung menyebutkan batas maksimum kepemilikan asing.
Dalam Bab IV Pasal 22 ayat 1 B disebutkan bahwa bank dapat didirikan oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
Sementara pada Pasal 26 ayat 2 disebutkan warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung dan atau melalui bursa efek.
"Di undang-undang ini sangat jelas kalau kita menerapkan liberalisasi ekonomi melalui perbankan dan itu boleh-boleh saja asal kita sudah memiliki jaring yang melindungi kepentingan ekonomi nasional," katanya.