Jumat 23 Sep 2011 16:46 WIB

Menhut Permudah Ekspor Arowana

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Zulkifli Hasan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Zulkifli Hasan

EKBIS.CO, JAKARTA – Produksi ikan arowana (Sclerofages sp.) di Indonesia lebih kecil dari permintaan pasar dunia. Pengusaha dalam negeri selama ini mengaku menghadapi kesulitan lamanya birokrasi dan mekanisme ekspor dalam negeri.

Ketua Arowana Club Indonesia Stephen Suryaatmadja mencontohkan, saat pembeli dari luar negeri datang ke penangkaran arowana di Indonesia seperti Pontianak, maka pengusaha dalam negeri harus memiliki Surat Izin Edar Luar Negeri (SIE-LN) untuk melakukan transaksi.

Pengurusan SIE-LN ini biasanya memakan waktu lebih dari seminggu. "Karena terlalu lama, akibatnya pasar kita diambil oleh negara tetangga, seperti Singapura," katanya kepada Republika, Jumat (23/9).

Padahal, data Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menunjukkan transaksi ekspor ikan arowana pada 2010 saja memberi penerimaan negara bukan pajak (PNPB) mencapai 2,055 miliar.

Sektor ini juga menyerap tenaga kerja mencapai 748 orang. Transaksi ekspor arowana juga memberikan pendapatan devisa tertinggi dari transaksi ekspor komoditi satwa lainnya. Angkanya mencapai 3,8 juta US Dollar dari total 373, 6 juta US Dollar.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan ikan arowana hanya terdapat di Indonesia dan termasuk spesies terancam punah. Secara internasional, satwa ini termasuk kategori Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) atau aturan internasional tentang perdagangan satwa liar.

Oleh karenanya pemerintah melalui otoritas Kementerian Kehutanan mengontrol dan memerketat perdagangannya secara internasional. Pemerintah pun melarang pemanfaatannya secara komersial, kecuali turunan kedua hasil dari penangkaran.

"Namun kita akan menambah izin penangkaran dan mempermudah izin ekspornya dengan sistem one day service," ungkapnya kepada Republika di Mall of Indonesia, kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara, Jumat (23/9).

Penyederhanaan izin penangkaran arowana yang semula hanya bisa diterbitkan di pusat, yaitu Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), sekarang didelegasikan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di provinsi.

Pelayanan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwaliar Luar Negeri (SATS-LN), yang semula mencapai satu minggu, sekarang satu hari. Sistemnya first in first out (FIFO) dan mendapat sertifikasi ISO 9001-2008 yang berstandar internasional. "Kita selaraskan perlindungannya di alam dan pelestariannya di penangkaran," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement