EKBIS.CO, JAKARTA – Indonesia bakal kehilangan daya tarik investasi jika tidak menerapkan industri hijau.
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, Arryanto Sagala, mengatakan usaha pendekatan industri ramah lingkungan akan meningkatkan keunggulan industri yang kompetitif.
Menurut dia, negara maju tidak mau lagi menerima ekspor dari perusahaan yang tidak menerapkan industri hijau. Padahal, negara maju merupakan 80 persen tujuan ekspor Indonesia.
"Akibatnya, kita mengganti negara tujuan ekspor yang jumlahnya hanya sekitar 20 persen," ujar Arry dalam acara penganugerahan penghargaan industri hijau tahun 2012 di Jakarta, Rabu (28/3).
Survei yang dilakukan terhadap 9.000 responden menyimpulkan 60 persen konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang memiliki kesadaran lingkungan.
Pelaku industri dituntut menerapkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga bisa menyelaraskan pembangunan industri dan kelestarian lingkungan. Pengambangan industri hijau juga sebagai salah satu upaya menurunkan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020. "Karena itu, pelaku industri harus berpartisipasi agar target itu bisa tercapai," lanjutnya.
Arry berharap, jika upaya ini didukung dengan bantuan internasional, pengurangan emisi hingga 41 persen bisa dicapai.
Pemerintah berniat memberikan insentif potongan harga untuk pembelian mesin bagi industri yang memperoleh sertifikat industri hijau. Fasilitas istimewa yang diberikan kepada perusahaan masih dalam pembahasan. Pada tahun 2011, insentif diberikan kepada industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki dan gula sebesar 10 persen untuk pembelian mesin baru.
Program insentif ini bisa menghemat hingga 25 persen energi, peningkatan produktivitas hingga 17 persen, dan penyerapan tenaga kerja. Arry mengatakan, pengadaan mesin tidak mengurangi tenaga kerja. Justru semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan untuk perawatan mesin.