EKBIS.CO, JAKARTA---Bank Indonesia mengklaim aturan penggunaan chip pada Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) telah menurunkan penipuan (fraud) hingga 30 persen. Seluruh penerbit kartu kredit diwajibkan menggunakan chip sejak 2010. “Kalau pencegahan fraud, sudah ada aturan chip. Setelah aturan itu, fraudnya turun 30 persen, “ ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas, di sela seminar Pencegahan dan Penanganan Kejahatan pada Layanan Perbankan Elektronik, di Jakarta, Kamis (5/7).
Jumlah kasus penipuan APMK berdasarkan catatan bank sentral pada Mei 2012 mencapai 1.009 kasus. Nilai kerugian dari kasus penipuan tersebut mencapai Rp 2,37 miliar. Jenis penipuan yang paling banyak terjadi pada pencurian identitas dan card not present (penipuan tanpa kartu) dengan masing-masing sebanyak 402 kasus dan 258 kasus. Kedua kasus tersebut menyebabkan kerugian masing-masing senilai Rp 1,14 miliar dan Rp 545 juta.
Dengan jumlah kasus penipuan tersebut, peringkat fraud Indonesia berdasarkan data Mastercard berada di posisi kedua terendah di Asia Pasifik. Sedangkan, berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia berada di posisi ketiga terendah di Asia Tenggara, di bawah Singapura dan Malaysia.
Ronald mengungkapkan ada lima titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik. Lima titik rawan yang dikaji Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) tersebut antara lain terkait dengan kerawanan prosedur perbankan. Hal itu menyangkut lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga identitas mudah dipalsu.
Fisik kartu juga menjadi titik rawan dalam keamanan APMK. Kartu ATM yang digunakan bank saat ini merupakan jenis magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip. Dengan begitu, skimming Private Identity Number (PIN) mudah dilakukan.