EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Agus Martowardojo memperkirakan defisit anggaran pada akhir tahun akan mencapai kisaran 2,4 persen yang disebabkan adanya beberapa perubahan asumsi makro dalam APBN-Perubahan 2012. "Dengan adanya perubahan harga minyak, lifting, exchange rate dan kondisi makro lainnya, kami berkeyakinan bahwa defisit kita akan berada di kisaran 2,3 persen-2,4 persen," ujarnya, Kamis (5/7).
Menkeu menjelaskan kisaran angka defisit tersebut merupakan angka yang sehat, walau tidak sesuai target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 2,23 persen. "Angka itu juga menunjukkan kondisi yang baik, dan maksud saya kalau kita memberikan effort yang lebih tinggi, itu yang namanya 2,4 persen bisa ditekan lebih rendah," katanya.
Hingga semester I, pelaksanaan APBN-Perubahan 2012 mengalami defisit anggaran sebesar Rp 36,1 triliun atau baru mencapai 19 persen dari perkiraan pemerintah sebesar Rp 190,1 triliun.
Defisit terjadi karena realisasi pendapatan negara mencapai Rp 593,3 triliun atau 43,7 persen dari target Rp1.358,2 triliun, sedangkan belanja negara telah mencapai Rp 629,4 triliun atau 40,7 persen dari pagu Rp1.548,3 triliun.
Menkeu mengatakan untuk mengamankan pelaksanaan APBN-Perubahan dari peningkatan defisit anggaran, pemerintah akan melakukan carry over terhadap subsidi listrik, penghematan belanja pegawai serta pembayaran bunga utang. "Kami selalu ikuti dan awasi APBN, agar APBN kita sehat dan kredibel," ujarnya.
Hal tersebut perlu dilakukan karena dalam outlook APBN-Perubahan 2012, defisit diperkirakan mencapai Rp 190,8 triliun atau 2,3 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari target 2,23 persen.
Pendapatan dan belanja negara diperkirakan melebihi target dan pagu karena lebih tingginya perkiraan harga ICP minyak dari asumsi 105 dolar AS per barel serta nilai tukar kurs Rp9.000 per dolar AS. Harga ICP minyak saat ini berada dalam kisaran 117,3 dolar AS per barel dan nilai tukar kurs pada kisaran Rp 9.203 per dolar AS. Menkeu mengharapkan perkiraan defisit akan ditutup oleh pembiayaan anggaran yang berasal dari pembiayaan dalam negeri Rp199,9 triliun dan pembiayaan luar negeri (neto) negatif Rp 9,1 triliun.