EKBIS.CO, JAKARTA - Pengamat ekonomi Umar Juoro menyatakan penambahan kuota BBM bersubsidi tidak akan efektif mengatasi tingginya permintaan BBM karena berapapun besarnya tambahan akan tetap habis.
"Berapapun tambahan kuotanya tidak akan memenuhi kebutuhan, justru akan semakin memberatkan anggaran negara," kata Umar Juoro di Jakarta, Selasa (11/9).
Menurut dia, kebijakan penyesuaian harga BBM sebenarnya merupakan hal lumrah yang juga dilakukan banyak negara untuk menekan meningkatnya anggaran subsidi.
"Upaya pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas PNS sejauh ini tidak efektif seperti diakui Menteri ESDM Jero Wacik," kata Ketua Dewan Direktur Center Indonesia for Development and Studies (Cides) itu.
Dia menambahkan, rencana pelarangan pembelian BBM bersubsidi di SPBU sepanjang jalan tol juga tidak akan efektif karena sama saja mengalihkan pembeli BBM bersubsidi ke tempat lain. Pembatasan itu juga berdampak pada pengaruh stabilitas sosial dan ekonomi.
"Akan terjadi mobilisasi pembeli BBM bersubsidi dari area tol ke SPBU lain yang semakin menimbulkan kekecewaan karena antrean yang semakin panjang di pom bensin," kata Umar.
Menurut dia, penyesuaian harga akan menghindarkan dampak-dampak seperti di atas. Berdasar data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada 2010 lalu mencapai 50.824.128 unit.
Sekitar 60-65 persen adalah sepeda motor dan sisanya kendaraan roda empat atau lebih sebanyak 23-24 juta unit. Menurut Umar pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tepat terhadap subsidi BBM sehingga ada kepastian.
"Saya menyarankan langkah yang lebih jelas dan kebijaksanaan berlaku secara umum untuk masalah BBM yaitu dengan penyesuaian harga," kata Umar.
Harga bahan bakar fosil selalu terkait dengan penyesuaian anggaran yang dilakukan pemerintah dengan persetujuan DPR. "Maka selanjutnya adalah bagaimana pemerintah meyakinkan DPR mengenai penyesuaian," katanya.