Rabu 03 Oct 2012 16:49 WIB

Minimalisir Defisit, BI Beri Ruang Pelemahan Rupiah

Red: Djibril Muhammad
Bank Indonesia is asked to help government in building Financial Inclusion Society (IFIS).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bank Indonesia is asked to help government in building Financial Inclusion Society (IFIS).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Berbagai langkah akan ditempuh Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Salah satunya adalah memberikan ruang pelemahan nilai tukar rupiah secara terukur. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (3/10).

Dengan depresiasi rupiah, menurut dia, impor akan dapat dikendalikan. Sementara ekspor sedikit banyak bisa terbantu. Kendati demikian BI tetap akan menjaga fluktuasi Rupiah agar tetap stabil dan tidak bergejolak. Selain kebijakan itu, BI juga tetap memperkuat operasi moneter untuk mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah dan pengendalian likuiditas.

"Ini tidak boleh diartikan sebagai pengetatan moneter, karena suku bunga BI Rate dipertahankan tetap pada tingkat 5,75 persen, dengan koridor bawah operasi moneter dipersempit dengan menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps dari 3,75 persen menjadi 4,00 persen," bebernya.

Kebijakan lain adalah meningkatkan pendalaman pasar valas untuk mendukung stabilisasi Rupiah dengan merelaksasi ketentuan terkait tenor 'forward' dengan 'non residen' dari yang sebelumnya minimum tiga bulan menjadi minimum 1 minggu.

"Ini dimaksudkan agar investor dapat melakukan hedging atas investasinya di Indonesia. BI juga akan menempuh langkah kebijakan lanjutan terkait dengan Devisa Hasil Ekspor (DHE), termasuk pengembangan bisnis trustee di perbankan," katanya.

Selain itu, BI mengeluarkan kebijakan makroprudential untuk pengelolaan pertumbuhan kredit agar tidak berlebihan terutama untuk kredit sektor otomotif, properti dan kartu kredit.

"Pertumbuhan kredit sebesar 25,2 persen pada Juli 2012 masih dalam batas wajar untuk mendukung peningkatan kegiatan perekonomian. Namun pertumbuhan kredit untuk sektor otomotif, properti dan kartu kredit dinilai telah berlebihan, dan karenanya telah dikeluarkan kebijakan loan to value (LTV)," tuturnya.

BI juga akan mengambil langkah untuk memperkuat implementasi kebijakan LTV tersebut termasuk rencana penerapan untuk industri keuangan berbasis syariah dan larangan pemanfaatan Kredit Tanpa Agunan (KTA) untuk uang muka kredit.

Selain kebijakan moneter, BI juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk mengambil sejumlah kebijakan dalam pengendalian defisit transaksi berjalan tersebut.

Menurutnya, untuk Pemerintah yang diperlukan adalah strategi dan kebijakan industri, investasi dan perdagangan untuk peningkatan produksi dalam negeri baik untuk mengurangi ketergantuan impor (impor substitution) maupun untuk mendorong ekspor (export promotion).

Defisit transaksi berjalan dalam Neraca Pembayaran Indonesia sampai triwulan II 2012 membengkak dari 3,2 miliar dolar AS (1,5 persen PDB) pada triwulan I menjadi 6,9 miliar doalr AS (3,1 persen PDB).

Sejatinya, terjadinya defisit transaksi berjalan merupakan fenomena yang wajar untuk negara berkembang yang ingin memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari kapasitas perekonomian domestik, seperti Indonesia.

Namun defisit transaksi berjalan tersebut terjadi demikian cepat dan tingkatnya telah melebihi batas yang dianggap normal dan lebih sustainable, yaitu sekitar 2 persen dari PDB untuk Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement