EKBIS.CO, JAKARTA -- Sistem perjalanan dinas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinilai berpeluang menimbulkan korupsi. Ketua Unit Kerja Presiden untuk Percepatan Program Reformasi, Kuntoro Mangkusubroto, mengungkapkan sistem penganggaran dengan cara lump sum di kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah seharusnya sudah tidak ada lagi.
"Mestinya sudah tidak ada seperti lump sum,"ungkap Kuntoro di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, Rabu (10/3).
Dalam lump sum, pegawai yang akan melakukan perjalanan dinas akan menerima sejumlah uang tertentu yang dibayarkan sekaligus sesuai dengan anggaran, yakni biaya transportasi, biaya penginapan dan biaya hidup selama perjalanan dinas.
Terkait temuan BPK bahwa terdapat modus penyelewengan anggaran dalam perjalanan dinas pegawai, Kuntoro mengaku tidak terkejut. Menurutnya, modus seperti itu sudah sering ditemukan.
"Kebiasaan-kebiasaan zaman dulu itu berlanjut. Bahwa orang pergi dua hari tetapi lapornya empat hari. Itu sangat biasa," ujarnya.
Bahkan, ujar Kuntoro, penerapan sistem at cost dalam perjalanan dinas masih bisa terjadi penyimpangan. At cost merupakan sistem anggaran dengan pembayaran dana cara menunjukkan bukti-bukti pengeluaran yang sah. Oleh karena itu, Kuntoro menegaskan perilaku pegawai sebenarnya yang bisa menentukan apakah anggaran tersebut dikorupsi atau tidak.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Sonny Loho, mengungkapkan sistem lump sum masih digunakan oleh pemda. Sementara untuk Kementerian atau Lembaga, sudah menggunakan sistem at cost. Akan tetapi, tuturnya, terkadang banyak pegawai yang menjual tiket palsu dan boarding pass palsu meski tidak menggunakan sistem lump sum. Modus lainnya, merubah rute perjalanan.
"Itu memang kacau. Jadi kita minta kementerian lembaga supaya lebih teliti lagi,"ungkapnya.